Friday, March 22, 2013

Emotion Sanctification



PENGUDUSAN EMOSI (EMOTION SANCTIFICATION) – 2
Pdt. Dr. Stephen Tong
 

1 Tesalonika 5:16-18 “Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
Atau terjemahan lain: Selalu bersukacita, dan tidak berhenti berdoa, dan sering mengucap syukur dalam segala hal itulah yang disebut kehendak Allah di dalam Kristus bagi kamu.
1 Tesalonika 5:16-18 adalah perikop pertama yang mencatat beberapa sikap hidup Kristen yang digabungkan menjadi satu di dalam ikatan kehendak Allah. Pertama, Allah menghendaki kita menjadi orang yang bersukacita; kedua, Allah menghendaki kita menjadi orang yang tetap berdoa, dan ketiga, Allah juga menghendaki kita menjadi orang yang senantiasa bersyukur di dalam segala keadaan. Dalam Surat 1 Tesalonika ini topik yang penting mengenai kehendak Allah dibicarakan dua kali. Pertama, orang percaya harus hidup suci dan menjauhkan diri dari kenajisan nafsu birahi. Kedua, dalam kehidupan kita sehari-hari kita diberikan tiga unsur, yaitu kita harus menjadi orang yang senantiasa bersukacita, selalu berdoa, dan bersyukur dalam segala keadaan.
Mungkinkah seorang Kristen berdoa tiada henti? Kalau benar, apakah itu berarti kita tidak tidur atau tidak makan? Tidak. Justru doa itu bukan berarti kita tutup mata, lipat tangan, lalu berlutut. Itu hanyalah satu cara atau postur atau sikap berdoa. Yang disebut doa sebenarnya adalah sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Tuhan. Sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Tuhan berarti apa yang kita kehendaki harus disesuaikan dengan apa yang menjadi kehendak Allah. Pada saat kita menghendaki sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah yang kekal, itulah saat kita berdoa. Yang disebut sebagai doa yang terus menerus (unceasing prayer) adalah sikap dimana jiwa kita berusaha untuk terus sinkron dengan kehendak Allah yang kekal. Apa yang Allah tetapkan di dalam kekekalan, apa yang Tuhan kehendaki di dalam sifat ilahi-Nya, itu juga yang menjadi keinginan dan tekad kerinduan kita. Itulah sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Allah. Itulah doa yang terus menerus. Di dalam doa kita menaklukkan diri ke dalam kedaulatan Allah. Di dalam doa kita mensinkronisasikan rencana kita dengan rencana Allah. Di dalam doa kita membicarakan apa yang kita inginkan di hadapan Tuhan yang mahakuasa. Doa adalah pengakuan akan kerendahan kita dan kedaulatan Allah. Doa merupakan pengakuan bahwa kita membutuhkan Dia sebagai Pemberi Anugerah. Doa juga mengaku bahwa kita tidak mungkin menjadi sempurna tanpa pertolongan dari atas. Semua ini merupakan prinsip-prinsip theologi doa yang harus kita pahami. Doa yang tidak henti-hentinya, dikatakan oleh Billy graham sebagai, “the prayer in the subconcious” (doa di dalam bawah sadar kita). Itu berarti secara sadar kita sedang mengerjakan segala sesuatu, tetapi di bawah sadar, di dalam hati kita yang terdalam, kita terus menerus minta pertolongan Tuhan.
Mungkinkah seorang yang sedang berkhotbah sekaligus juga sedang berdoa? Mungkin, dan itulah yang saya jalankan. Sambil saya berkhotbah, hati saya terus bersandar dan menantikan anugerah dan pertolongan Tuhan. Saya mohon pertolongan agar setiap kalimat tidak salah, baik secara doktrin dan secara bahasa. Tuhan kiranya tolong juga dalam cara menyampaikan dan juga seluruh sikap hidupku. Dan hal ini menjadi suatu kebiasaan, sehingga tanpa sadar hal itu dilakukan terus-menerus. Sambil melayani sambil terus berdoa minta pertolongan Tuhan.
Apakah ketika kita bekerja kita juga bisa berdoa? Bisa. Jika kita bekerja sambil mengomel, maka kita tidak sedang berdoa. Kita harus bekerja dengan rela sambil meminta kekuatan dari Tuhan untuk bisa mengerjakan bagian pekerjaan yang Tuhan percayakan kepada kita. Kerelan yang berkesinambungan terus-menerus, itulah yang disebut sebagagai doa bawah sadar (prayer in the subconscious). Terkadang saya berpikir, orang yang bekerja dengan tidak rela lebih baik dia tidak usah bekerja. Apa gunanya dia bekerja sambil mengomel atau marah-marah. Akhirnya, pada suatu saat dia akan meledak karena dia sudah mengerjakan banyak dengan tidak rela. Orang sepert ini lebih baik tidak usah bekerja. Tuhan juga tidak mau kita melayani Dia dengan cara seperti itu. Marilah kita belajar sambil bekerja keras, sambil melayani dengan rela, sambil bertumbuh dalam berbagai tugas, kita bisa tetap berdoa secara bawah sadar.
Doa yang tidak henti-henti dilukiskan dengan perkataan seseorang: “Ketika aku menyapu rumah, aku berdoa, ‘Tuhan bersihkan hatiku seperti aku sedang membersihkan lantai ini’; ketika mencuci pakaian aku berdoa, ‘Tuhan, cucilah hatiku dengan darah-Mu, seperti aku mencuci pakaian kotor ini’; ketika aku melayani orang, aku berdoa, ‘Tuhan ajarlah aku mengerti Engkau datang ke dunia melayani orang lain.” Di dalam setiap tindakannya dia belajar berdoa, sehingga ada doa yang tidak habis-habis di dalam bawah sadarnya, menghubungkannya dengan semua yang dilakukannya di dalam kesadarannya.
Berdoa dan bersukacita seperti ini merupakan aspek rohani yang sangat penting bagi kehidupan iman kita. Jika kita telah belajar untuk bisa terus berdoa secara bawah sadar seperti ini, dan menghubungkan semua tindak dengan kita yang sadar dengan doa yang bergumul untuk mengerti kehendak Tuhan yang kekal, maka hidup kita akan menjadi ringan, walaupun kita dalam pekerjaan yang berat. Bekerja berat tidak menjadi masalah, karena yang terpenting adalah kerelaan. Bekerja berat atau bekerja ringan tidak terlalu berdampak banyak bagi tubuh kita. Tetapi di mana ada kerelaan, di situ ada keringanan, dan di mana ada keidakrelaan, di situ ada beban yang berat sekali. Jikalau kerelaan itu bisa terus bertambah dan bertumbuh, maka tugas yang berat akan menjadi ringan. Jikalau tidak rela, tugas seringan apapun akan menjadi berat. Jikalau kita mengerjakan apapun dengan sukacita, maka kita akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh dan melakukannya dengan lancar dan menikmatinya. Maka ada perkataan: suffering plus willingness is enjoyment (kesusahan ditambah kerelaan adalah kenikmatan). Beban berat jika disertai kerelaan akan mendatangkan kenikmatan.
Di dalam suatu tayangan TV di Cina dibicarakan tentang dua wanita lulusan Shanghai University yang masuk ke pedesaan lalu membantu orang-orang miskin di pedesaan tersebut. Mereka mencoba mengajar anak-anak dari orang-orang miskin ini, yang harus berjalan berkilo-kilometer untuk belajar dan harus datang dari dusun-dusun yang berbeda. Setelah delapan tahun mereka menjalankan tugas pekerjaan ini, melihat anak-anak yang mereka bantu kini telah menjadi remaja  dan bisa maju, mereka sangat bersukacita. Mereka merasakan sukacita yang tak terkira karena mereka pernah menolong orang-orang ini, yang dahulunya begitu miskin. Memberikan pertolongan dengan membagi-bagikan hidup, membagikan waktu, dan talenta dan akhirnya melihat pertumbuhan orang lain, itu memberikan sukacita besar bagi diri sendiri. Itu karena mereka rela.
Inginkah kamu berbahagia dan bersukacita di masa tuamu? Biarlah kamu banyak membantu orang lain pada saat mudamu. Dengan demikian kamu akan mendapatkan banyak sukacita karena melihat orang-orang yang dahulu kamu bantu kini boleh sukses dan bisa hidup bahagia. Maukah kamu dikenang banyak orang pada masa tuamu? Biarlah pada saat mudamu kamu rela membagi-bagikan hidupmu kepada banyak orang.
Dalam pelayanan akhir tahun saya berkeliling ke Kuala Lumpur, hong Kong, dan Taiwan, saya menerima banyak sekali kartu Natal yang diberikan langsung kepada saya. Ketika saya membaca kartu-kartu Natal itu, saya sangat bersukacita. Ada yang mengatakan bahwa selama dua tahun dia mendengarkan khotbah saya, dia baru menyadari bahwa Kekristenan itu sedemikian indah dan mendalam. Ada yang mengatakan bahwa dia hampir saja hanyut dari iman sejati dan menyeleweng secara doktrin, tetapi kini dia kembali lagi dan mau setia kepada Alkitab. Ada yang megatakan, “Saya adalah seorang yang tidak mempunyai ayah, tetapi setelah mendengar firman, saya menyadari ada Bapa di sorga yang memelihara saya dan juga bapa rohani yang boleh mendidik saya dalam kebenaran Firman Tuhan. Sungguh betapa besar pertolongan yang saya dapatkan.” Sungguh berita-berita seperti ini membawa sukacita yang sangat besar dalam hati saya. Ketika kita membagikan hidup, menolong orang lain, dan dengan sukarela mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Tuhan, semuanya akan menuai sukacita yang luar biasa.
Orang Kristen seharusnya bersukacita. Tetapi orang Kristen harus bisa membedakan sukacita dengan bersenang-senang. Bersenang-senang bukan bersukacita, dan bersukacita bukan bersenang-senang. Berdansa itu menyenangkan, berjudi itu menyenangkan, melacur itu menyenangkan, mendapatkan uang yang banyak itu menyenangkan. Mendapatkan apa yang kita inginkan itu menyenangkan, tetapi itu bukan bersukacita seperti yang dinyatakan dalam Alkitab. Setiap orang boleh mempunyai kegemaran tertentu. Itu tidak salah. Tetapi jika kesenangan atau kegemaran itu sudah dicampuri dengan cara-cara yang salah itu menjadi dosa. Dan pada saat kita bersenang-senang di dalam dosa, maka kita tidak melakukan kehendak Allah. Yang Alkitab inginkan adalah supaya kita bersukacita menurut kehendak Allah, seperti yang ditetapkan bagi kita di dalam Kristus Yesus. Itu berarti ada batasan di dalam kita mengerti sukacita yang Alkitab inginkan. Ada ikatan yang tidak boleh kita lewati. Jika kita mendapatkan banyak uang itu didapat dari penipuan, maka kita tidak mungkin mengalami sukacita. Semua tipu muslihat dan cara berdagang yang licik dan penuh tipuan hanya akan membawa lebih banyak dosa dan racun yang akan menghilangkan sukacita sejati dalam hidupmu dan keluargamu. Kekayaan yang diterima melalui kejahatan akan menjadi pisau yang saling membunuh di antara anak-anakmu setelah kamu meninggal.
Jikalau kita bersenang-senag tetapi tidak bersukacita, maka kita tidak berbeda dari orang dunia. Jikalau kita bersukacita menurut kehendak Tuhan, maka kualitas sukacita kita sangatlah berbeda dari kesenangan orang dunia. Inilah yang perlu kita pelajari dan alami dalam kehidupan kita. Sukacita merupakan suatu emosi kesukaan yang sudah dikuduskan oleh Tuhan. Sukacita Kristen adalah sukacita yang kudus (The Sanctified Happiness).
Sukacita orang Kristen adalah sukacita yang sama sekali berbeda. Paulus menulis satu surat yang disebut sebagai “Kitab Sukacita” karena di dalamnya ada begitu banyak ungkapan tentang sukacita. surat ini adalah Surat Filipi. Mengapa Surat Filipi ini bisa menjadi surat yang penuh sukacita padahal surat ini ditulis ketika Paulus sedang berada di dalam penjara. Aneh? Tidak! Sukacita sejati yang sudah dikuduskan oleh Tuhan terjadi tanpa bisa dipengaruhi oleh lingkungan. Paulus banyak mendirikan gereja, dan penegakan gereja itu telah mengakibatkan Paulus harus masuk penjara. Ketika Paulus menulis Surat Filipi, dia menulisnya dari dalam penjara. Bahkan ketika dia mulai memberitakan Injil dan mendirikan gereja Filipi, dia pun harus masuk penjara di kota Filipi. Jadi istilah “Filipi” tidaklah terlepas dari konotasi “penjara”.
Gereja Filipi merupakan gereja yang pertama kali didirikan di Eropa. Gereja yang pertama di Eropa bukan di Jerman atau Inggris, melainkan di jazirah Balkan, yaitu di kota Filipi. Ini merupakan gereja yang pertama kali didirikan oleh Paulus ketika dia mulai menerobos ke Eropa karena karena Makedonia.
Suatu malam, ketika Paulus masih berada di daerah Asia kecil, dia bermimpi melihat seseorang di seberang lautan, di daerah Makedonia, yang melambai-lambaikan tangan dan meminta Paulus menyeberang ke sana untuk menolong mereka. Ketika dia bangun dia segera berangkat menyeberang ke benua yang lain, yaitu benua Eropa. Sesampainya di sana, dia terkejut melihat kehidupan masyarakat di sana. Ketika dia mengumpulkan orang, dia melihat bahwa orang-orang di sana adalah penyembah dewa-dewa, penyembah berhala yang kuat sekali. Mereka menyembah dewa Zeus, Athena, Artemis, dan lain-lain. Patung-patung dewa itu dijual di kuil-kuil dan di pasar-pasar. Meskipun demikian, ternyata di situ ada umat pilihan Tuhan, kemudian bertobat setelah mendengarkan Firman Tuhan. Di antara mereka yang bertobat, ada seorang perempuan penjual kain ungu yang bernama Lidia (Kis. 16:14).
Di Filipi Paulus berkhotbah dan memberitakan Injil dengan berani. Namun pada malam harinya, orang-orang Filipi yang tidak suka dengan tindakan Paulus mengadukan dia ke pengadilan dan Paulus ditangkap lalu dipenjarakan. Inilah penginjilan pertama di Eropa. Inilah penginjilan pertama di kota Filipi, dan penginjilan itu telah membentur kultur (kebudayaan) setempat, membentur kepercayaan yang mereka anut selama ini. Paulus dianggap sebagai pengacau. Itu karena setelah dia memberitakan tentang Tuhan Yesus, dia mengajar mereka untuk tidak berbakti kepada berhala dan tidak lagi pergi ke kuil-kuil penyembahan mereka. Maka pengajaran Paulus menjadi serangan yang merugikan para pedagang patung dan juga pengelola kuil-kuil itu.
Di mana penginjilan sejati dilakukan, itu akan mengganggu kelompok tertentu. Jangan kita berharap bahwa ketika kita menginjili, maka orang-orang akan menyambut kita dengan gembira karena ada berita Injil. Tidak demikian fakta yang akan kita alami. Kalau kita memberitakan Injil dengan sungguh, pasti ada orang yang terganggu, karena setelah ekonominya mulai merosot mereka akan bersatu menghancurkan kita. Itulah penginjilan sejati.
Saat ini, penginjilan-penginjilan yang dilakukan oleh gerakan karismatik justru berpola sebaliknya. Penginjilan membuat semua orang senang, membuat orang merasa untung. Berita yang mereka sampaikan adalah Tuhan akan memberkati siap saja, dan semua orang akan menjadi senang. Ini bukan ajaran Firman Tuhan. Jika kita betul-betul menjalankan Firman Tuhan, mungkin perdagangan kita akan berkurang dan merosot, karena banyak hal yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
Pada saat Paulus dipenjara, dia mengalami banyak penderitaan, didera dan dijebloskan ke sel yang paling dalam. Namun dia tetap memberitakan Injil kepada orang-orang dipenjara, termasuk kepada kepala penjara. Dia menyampaikan undangan Injil kepada kepala penjara itu: “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus, dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu”. Kota Filipi merupakan kota yang menuntut pengorbanan Paulus yang sangat berat baru setelah itu Injil berkembang di kota itu. Inilah pertama kali Paulus memberitakan Injil lalu dianiaya dan dipenjarakan. Dia mengerti bahwa inilah arti memberitakan Injil, menjalankan kehendak Allah. Mimpi yang Tuhan berikan kepada Paulus dalam bentuk panggilan Makedonia itu langsung membawa Paulus ke penjara dan penganiayaan. Inilah menaati kehendak Allah. Inilah pimpinan Tuhan.
Banyak orang berpikir kalau ada suara Makedonia, maka semua akan menjadi lancar, enek, dan sukses secara duniawi. Tidak demikian. Orang yang menyerahkan diri untuk menjawab panggilan Tuhan, menggenapi pimpinan Tuhan dan memberitakan Injil, harus rela mengalami penganiayaan, dan penyiksaan. Semua murid sekolah teologi harus belajar hal ini, kalau kamu mau melayani Tuhan, kamu harus belajar untuk rela dipenjarakan karena Injil. Belajar untuk berani mengalami penganiayaan, bahkan dibunuh. Itulah penganiayaan dengan motivasi yang sungguh-sungguh murni.
Saya rasa sekarang ini banyak sekali sekolah theologi yang memiliki dosen-dosen dan juga meluluskan mahasiswa-mahasiswa yang pengecut dan takut menderita. Mereka yang seperti ini bahkan tidak mau mengikuti kebaktian doa. Maunya hanya mengajar dan berkhotbah dan hidup mewah. Bagaimana orang-orang seperti ini bisa siap untuk menghadapi penganiayaan? Bagaimana orang-orang seperti ini bisa menjalankan kehendak Tuhan seperti yang dikatakan oleh Alkitab? Paulus harus berulang kali masuk penjara karena memberitakan Injil.
Di dalam penjara di Roma, Paulus menulis surat untuk jemaat Filipi ini. Isi suratnya penuh dengan berita sukacita. Dia mengajak pembacanya untuk bersukacita dan mengerti sukacita yang benar. Inilah emosi yang suci. Sukacita yang dikuduskan berbeda dengan senang-senang secara duniawi. Emosi yang dikuduskan adalah emosi yang mengetahui bahwa jiwa yang dipenuhi dengan pengharapan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan penindasan yang kita alami. Dalam bahasa Ibrani terdapat lebih dari 13 istilah yang dipakai untuk melukiskan tentang sukacita, dan di dalam bahasa Yunani ada lebih dari 7 istilah yang dipakai untuk menggambarkan tentang sukacita. Di dalam bahasa Indonesia kita menemukan beberapa istilah, seperti: sukaria, gembira, senang, sukacita, dll. Ini adalah aspek bahagia. Tetapi apa yang Alkitab katakan sebagai “sukacita” berbeda dari konsep kesenangan duniawi. Kebahagiaan bukanlah kesukacitaan duniawi. Sukacita yang sesungguhnya adalah sukacita yang berasal dari dalam.
Manusia memerlukan parfum, tetapi bunga yang harum tidak membutuhkan parfum, karena bunga itu menghasilkan parfum dari dalam dirinya sendiri. Tubuh kita mengeluarkan keringat yang berbau kurang sedap, sementara bunga memancarkan harum yang begitu menyegarkan terus menerus. Manusia bukan bunga dan bunga bukan manusia. Inilah perbedaan antara senang-senang dan sukacita. Senang-senang itu seperti tubuh yang diberi minyak wangi, sehingga kalu lupa diberi, akan keluar bau aslinya. Sukacita tidaklah demikian. Itu bagaikan bunga yang terus mengeluarkan keharumannya. Semakin dihancurkan atau diperas semakin mengeluarkan keharumannya, karena keharumannya itu berasal dari dalam. Keharuman itu tidak perlu dituang dari luar, karena merupakan produksi sendiri dari dalam, yang senantiasa memancar keluar. Inilah sukacita yang kudus.
Orang Kristen mempunyai sukacita yang suci, dan itu bagaikan keharuman yang memancar keluar dari dalam dirinya. Seperti yang dikatakan Paulus, “Aku mengeluarkan bau harum iman, bau harum Kekristenan”. Keharuman itu berada di dalam Kristus, yang mengakibatkan orang mati atau hidup. Keharuman Kristus bisa menghidupkan ataupun mematikan seseorang. Itulah sukacita suci di dalam Kristus, karena bersumber dari dalam. Pada sangat angin bertiup, tidak perlu takut harumnya hilang, justru akan semakin tersebar ke mana-mana. Ketika angin bertiup keras, bunga-bunga di padang justru memancarkan keharuman ke sekelilingnya dan mereka sendiri tidak akan pernah ketakutan kehabisan bau mereka. “Silakan tiupkan anginmu menerpaku, maka engkau akan menyabarkan harumku ke tempat lain.” Itulah sukacita.
Sukcita suci bersifat kekal, semntara senang-senang itu bersifat semntara. Sukacita suci akan terus-menerus diingat dan akan terus-menerus menghibur orang percaya. Bahkan setelah bumi ini tamat riwayatnya, bahkan setelah sejarah tutup usia dan proses waktu berhenti, sukacita itu akan terus berlanjut ke dalam kekekalan. Bersyukurlah jika kita boleh menikmati sukacita seperti ini. Sebelumya kita telah membicarakan tentang penyesalan yang tidak mendatangkan penyesalan (unregretable regret). Misalnya, di sorga nanti kita tidak akan pernah menyesal bahwa kita pernah bertobat. Pertobatan adalah penyesalan akan dosa yang telah kita lakukan. Menyesali dosa, bertobat, akan membawa kita kepada kondisi tidak akan pernah menyesal lagi. Kini kita berbicara tentang  sukacita yang tiada henti, sampai pada kekekalan. Mengapa? Karena sukacita ini terkait pada, dan mengandung, kehendak Allah yang kekal, yang kita tambahkan ke dalam emosi kita di dalam kesementaraan, sehingga emosi kita boleh dikuduskan. Dengan demikian, di dalam kehidupan kita yang sementara ini, ada suatu isi emosi yang bersifat kekekalan.
Orang yang bersukacita tidak tentu harus kaya, dan sebaliknya orang kaya tidak tentu bersukacita. Orang yang bersukacita tidak tentu harus lancar, dan sebaliknya, orang yang hidupnya senantiasa lancar tidak tentu mempunyai sukacita. Jika kamu mempunyai kekayaan yang berlimpah dan hidup yang lancar, tetapi ada dosa di dalam hatimu, maka sambil kamu menikmati semua kekayaanmu, sambil menegur diri yang berdosa; sambil menikmati kelancaran hidupmu, hati nuranimu mengingatkan akan dosa-dosa yang sudah kamu lakukan. Tuduhan dan kepahitan dosa akan terus menuduh dan menyiksa kerohanianmu, sehingga kerohanianmu tidak mungkin bisa bertumbuh baik.
Jadi, apakah sukacita orang kristen? Sukacita orang Kristen adalah kesadaran bahwa kita mulai diubah oleh Tuhan tentang apa yang kita suka dan tidak kita suka. Anak kecil yang digigit nyamuk menangis keras sekali, tetapi orang tua yang terluka tidak menangis, dia hanya menahan sakit sekuat tenaga. Orang semakin dewasa semakin mengerti untuk hal apa dia harus mengeluarkan air mata dan untuk hal apa dia harus menahan diri. Sementara anak kecil, segala yang mengganggu sudah membuat dia menangis dan susah hati. Emosi manusia berproses dari kedangkalan menuju ke kedalaman pengertian yang mahir, yang menggambarkan kedewasaan seseorang. Dia mulai mengetahui apa yang patut membuat dia susah dan apa yang tidak. Dia juga mulai mengetahui apa yang membuat dia senang dan apa yang tidak. Inilah kemahiran kedewasaan.
Sukacita buka bersenag-senang. Kita sering kali menghitung kesenangan kita dari berapa banyak uang yang kita miliki. Kita menganggap kesenangan kita tergantung pada berapa banyak uang yang kita miliki di bank, berapa banyak materi yang kita miliki. Mari sekarang kita menghitung aset kita bukan dari uang, tetapi dari waktu, dari kesempatan, dan dari kesucian Tuhan yang mempengaruhi emosi kita, dan dari kerohanian kita yang mencatat sejarah.
Sukacita yang suci, adalah emosi yang dikuduskan. Dari manakah kita bisa mendapatkan sukacita seperti ini?
1.    Kedudukan yang baru di dalam Tuhan
Sukacita yang suci kita peoleh dari status dan kedudukan kita yang baru di dalam Tuhan. Alkitab mengatakan dalam Fil.4:4 “Bersukacitalah di dalam Tuhan!” bukan sembarang sukacita, tetapi sukacita di dalam Tuhan. Kata ini diulang sampai tiga kali di dalam Filipi 4 ini. Bersukacita di dalam Tuhan berarti sukacita yang benar hanya mungkin terjadi jika itu berada dalam Tuhan. Di luar Tuhan tidak ada sukacita yang sejati, yang kudus, yang suci. Bagi Allah hanya ada dua eksistensi yaitu: 1) di dalam Adam; atau 2) di dalam Kristus Tuhan. Di dalam Adam, manusia akan binasa; di dalam Kristus manusia mengalami kebangkitan. Di dalam Adam ada ketidaktaatan, di dalam Kristus ada ketaatan, di dalam Adam hidup berdosa, dan di dalam Kristus hidup benar, di dalam Adam kita adalah ank-anak berontak, tetapi di dalam Kristus kita adalah ank-anak yang diperdamaikan dengan Bapa di sorga. Hanya ada dua jenis eksistensi ini di hadapan Tuhan Allah.
Penginjilan berarti membawa orang berpindah dari status di dalam Adam menuju status di dalam Kristus. Penginjilan bukan membawa orang dari luar gereja masuk ke dalam gereja. Penginjilan berarti membawa orang keluar dari status menuju kebinasaan menjadi orang yang berstatus menuju sorga kekal di dalam Kristus. Itulah sebabnya, sukacita sejati adalah sukacita di dalam Tuhan (Yesus). Di saat itu kita sudah memiliki status yang baru, dosa kita sudah diampuni, dan kita sudah diperdamikan kembali dengan Allah. Sekalipun kita masih hidup di dalam dunia yang penuh dengan kesulitan yang menghadang di depan, sekalipun kita harus menempuh bahaya, semua itu terjadi dalam kondisi kita di dalam Tuhan. Itulah jaminan yang membuat kita tetap bisa bersukacita, yaitu status baru di dalam Tuhan.
2.    Menyimpan Firman di dalam hati
Kita bersukacita karena menyimpan Firman Tuhan di dalam hati kita. Kaitan antara sukacita dan menyimpan firman dalam hati ini sudah diungkapkan oleh Kristus. Jika perintah Tuhan kita simpan di dalam hati kita, maka kita akan bersukacita. Saya percaya bahwa inilah perbedaan orang Kristen yang sungguh-sungguh dengan orang bukan Kristen. Orang Kristen yang sungguh, karena begitu rindu terus-menerus menyimpan firman Tuhan di dalam hatinya, sehingga setiap kali dia mendapatkan firman Tuhan, dia akan penuh dengan sukacita.
Seberapa sungguhkah orang Kristen mau mendengar firman? Dan jikalau ada orang-orang yang sungguh-sungguh mau mendengar firman, perlu ada orang yang sungguh-sungguh memberitakan firman dengan setia. Berbahagialah gereja yang di dalamnya masih ada orang-orang yang sungguh-sungguh memberitakan firman dengan akurat, baik dan setia. Hargailah pendeta-pendeta yang mau menegurmu dan berani menyatakan kebenaran firman dengan setia, mau taat pada pimpinan dan perintah Tuhan, walaupun hal itu sangat tidak disukai oleh masyarakat. Saat ini, banyak gereja dan pengkhotbah yang hanya mau berita yang lucu, yang penuh canda, dan tidak berisi. Untuk apa cerita-cerita seperti ini? Apakah hanya agar kita mendapatkan kesenangan? Apa gunanya ke gereja dan menjadi orang Kristen jika tidak mau terus mendengarkan, mempelajari, dan merenungkan Firman Tuhan di dalam hidup kita. Apa gunanya tahu kebenaran jika kita tidak memegangnya dan menjalankannya dalam kehidupan kita? Bagaimana kita akan bertemu dengan Tuhan kelak?
Tuhan berkata: “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh” (Yoh.15:11). Yang dimaksudkan dengan “Semua itu Kukatakan...” adalah Firman Tuhan. Jika kita menyimpan Firman Tuhan dalam hati, dan betul-betul menaatinya, maka kita akan dipenuhi dengan sukacita Kristus. Sukacita Kristus akan memenuhi  hati kita dan melimpah dalam hidup kita. Firman itu sudah diberitakan, dan ketika kita menerima firman, kita akan sekaligus menerima sukacita Kristus di dalam hati kita.
Kiranya di dalam hidup kita, kita boleh senantiasa memiliki sukacita Kristus. Ketika Tuhan Yesus mau ditangkap, Dia begitu tenang. Dia tetap bersukacita. Firman Tuhan mengatakan: “Hari ini adalah harinya Tuhan, mari kita bersukacita” (Mzm.118:24). Ayat ini telah dijadikan lagu Sekolah Minggu, lalu dengan semaunya dan tanpa pengertian yang beres, mengganti kata “hari ini” dengan hari Senin, hari Selasa, dan seterusnya. Ini bukan sembarang hari. Ayat itu merupakan nubuat yang menunjukkan kepada satu hari yang sangat khusus, yaitu hari kematian Kristus. Nubuat itu merujuk kepada hari di mana Kristus dihakimi. Itu adalah satu-satunya hari disepanjang sejarah, di dalam seluruh alam semesta, yaitu hari Anak Domba Allah disembelih, dipaku di kayu salib. Dan sebelum hari itu selesai, Dia harus sudah diturunkan dan dikuburkan. Dan itu boleh membawa sukacita besar bagi manusia. Betapa dahsyatnya sukacita Kristus yang diberikan kepada kita.
Ketika Firman Tuhan ada di dalam hati kita dan memberikan sukacita kepada kita, maka sukacita itu menjadi sukacita yang suci karena Firman Tuhan itu adalah Firman yang suci. Orang yang hatinya dipenuhi dengan friman, pikirannya terus memikirkan firman, maka dia akan mengalami suatu sukacita yang berlainan dari sukacita orang dunia. Saya rasa itu adalah salah satu kebahagiaan hamba Tuhan yang betul-betul hidup bergaul dengan firman dan mencintai firman. Sukacita itu akan memenuhi dirinya sebelum dia kabarkan kepada orang lain. Seorang hamba Tuhan yang senantiasa mempelajari firman, merenungkan firman, lalu menyimpannya dalam hatinya, maka sukacita itu akan terus memenuhi hatinya.
3.    Meninggikan dan mengutamakan Tuhan
Bukan saja demikian, ketika kita membesarkan dan mengutamakan Tuhan, maka kita akan menikmati sukacita yang luar biasa dari Tuhan. Di manakah Tuhan di dalam hidup kita. Dimanakah kita memposisikan Tuhan Allah di dalam hidup dan hati kita? Kalu kita menempatkan Tuhan Allah pada posisi utama  dan tertinggi dalam hidup kita, itulah posisi Tuhan yang sebenarnya. Tuhan harus mendapatkan posisi terpenting, terutama dalam hidup kita masing-masing.
Orang yang mengutamakan Tuhan hidupnya tidak akan ditinggalkan oleh Tuhan. Orang yang mengutamakan Tuhan, seluruh aspek hidup, sampai yang terkacil sekalipun, pasti akan ditolong oleh Tuhan. Ungkapan ini keluar dari mulut seorang wanita, yaitu Maria, seorang perawan yang dipakai Allah untuk mengandung Yesus Kristus. Maria adalah seorang gadis yang menderita begitu berat, karena harus menanggung beban dan penderitaan tanpa bisa membela diri. Dia harus mengandung tanpa menikah. Kondisi ini merupakan penyiksaan keperawanan yang paling besar. Penderitaan ini merupakan penderitaan batin yang sangat berat yang harus ditanggung oleh seorang perawan. Dan inilah yang Tuhan perkenankan untuk dialami oleh Maria.
Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru  dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan. Siapakah aku ini samapi ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan diberkatilah dia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku, sebab Dia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya mulai dari sekarang segala keturunan akan meyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia.” (Luk.1:41-50)
Kalimat yang diungkapkan oleh Maria di atas ini disebut sebagai The Magnificat, yaitu suatu ungkapan hati yang membesarkan Tuhan Allah. Di dalam seluruh Alkitab hanya ada satu ungkapan Magnificat ini. Maria mengatakan “Jiwaku memuliakan (membesarkan) Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah.” Memuliakan Allah terkait erat dengan hati yang bersukacita. Hati Maria membesarkan Allah, mengagungkan Allah, dan jiwanya penuh dengan sukacita.
Mengapa hati kita sulit bersukacita dan sering kali kehilangan sukacita? Itu karena kita terlalu banyak memperhatikan hal-hal yang rendah dan remeh; kita tidak mengutamakan Tuhan yang agung. Jikalau kita mengagungkan Tuhan, maka sukacita itu tidak akan hilang dari hidup kita. Ini suatu rahasia kehidupan.
Manusia mengagungkan Tuhan bukan karena Tuhan memerlukan keagungan. Bukan juga karena Tuhan Allah kekurangan keagungan sehingga mencari keagungan dari manusia. Tetapi justru karena Allah dan Allah yang agung, sehingga kita wajib dan harus mengagungkan-Nya. Kita memberikan keagungan yang sepatutnya dan harus setara dengan keagungan Tuhan itu sendiri. Mengagungkan yang tidak mencapai keagungan Tuhan adalah suatu sikap yang belum sungguh-sungguh mengagungkan Tuhan. Marilah kita berjanji di hadapan Tuhan bahwa sejak saat ini kita mau belajar untuk menghormati dan mengagungkan Tuhan sesuai dengan kehormatan dan keagungan-Nya. Dan dengan demikian kita akan merasakan sukacita karena kita telah mengutamakan Tuhan.
Dalam Yohanes 3:29-30 dikatakan: “Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Dia harus makin besar tetapi aku harus makin kecil.” Yohanes menekankan bahwa dia sendiri harus semakin kecil, sementara Tuhan Yesus harus semakin besar. Dan itulah sukacita yang dia alami. Orang seperti Maria dan Yohanes adalah teladan bahwa orang percaya harus memuliakan dan membesarkan Kristus. Yohanes melihat bahwa Kristus adalah mempelai laki-laki yang senantiasa dinantikan oleh mempelai wanita.
Ketika Yohanes mengajak murid-muridnya untuk memandang dan membesarkan Kristus, hal itu tidak menguntungkan dirinya. Dia akan menjadi semakin kurang populer dan murid-muridnya akan beralih kepada Kristus. Itulah alasan mengapa Yohanes dipanggil. Inilah konsep panggilan sejati. Yohanes dipanggil bukan untuk membesarkan dirinya sendiri, menarik semua orang datang kepadanya, lalu memberikan keuntungan dan popularitas bagi diri dan namanya, sehingga namanya semakin terkenal dan semakin dicari orang. Tidak! Yohanes justru dipanggil untuk memperkenalkan Kristus.
Hamba Tuhan yang baik tidak membawa orang datang kepada dirinya sendiri, tetapi membawa orang kepada Kristus, untuk memuliakan dan membesarkan Kristus. Hamba Tuhan yang baik tidak banyak menonjolkan diri sendiri, atau bercerita tentang riwayat diri sendiri. Hamba Tuhan yang baik selalu memperkenalkan Kristus dan membesarkan nama-Nya. Hamba Tuhan yang baik ingin orang-orang dunia boleh mengenal Kristus, dan datang kepada Kristus, menjadi murid Kristus, dan menjalankan kehendak dan perintah Kristus. Biarlah pada saat itu nama kita semakin kecil dan nama Kristus semakin besar. Saat itu sukacita kita menjadi penuh. Itulah sukacita Yohanes, dan sukacita setiap kita yang memandang kepada Kristus.
Sukacita ada pada orang yang tidak mempunyai musuh, orang yang tidak mengutamakan diri, dan orang yang tidak merebut kemuliaan Tuhan. Biarlah Tuhan saja yang dipermuliakan. Soli Deo Gloria. Orang seperti ini tidak mungkin tidak ada sukacita, karena dia tidak memiliki ambisi apa-apa yang ingin dia rebut untuk kemuliaan dirinya. Yang ada hanyalah keinginan untuk memuliakan dan membesarkan Kristus. Salah satu ciri khas gereja yang diberkati adalah jika orang-orang yang melayani, termasuk yang menjadi majelis atau tidak menjadi majelis, tidak memperebutkan apa-apa.Tidak ada keuntungan yang direbut untuk kepentingan diri, sebaliknya semuanya memperjuangkan kepentingan pekerjaan Tuhan semata. Kalau di dalam pelayanan gereja, orang-orang yang melayani tidak mendapatkan keuntungan apapun untuk kepentingan sendiri, hanya untuk membesarkan nama Tuhan, maka gereja itu akan sangat diberkati oleh Tuhan. Dan gereja seperti itu akan disucikan dan menikmati sukacita. Orang yang mau melayani seperti ini, di dalam hatinya akan dipenuhi sukacita yang tidak dimengerti oleh orang lain. Hanya orang-orang yang sama-sama melayani seperti ini yang mengerti sukacita penuh yang Tuhan sediakan bagi mereka yang mengutamakan Dia. Orang yang hanya mau mencari pamrih, mau menonjol di depan, mau naik mimbar, mau mendapatkan keuntungan keuangan atau posisi, tidak akan mendapatkan sukacita.
4.    Menjalankan kehendak Tuhan
Ketika kita mau menjalankan kehendak Tuhan, maka kehendak dan pimpinan Tuhan akan memenuhi hati kita. Jika engkau memegang perintah-Ku dan menjalankan firman-Ku, maka sukacita-ku akan semakin berlimpah. Itulah perkataan Yesus. Dan itu diikat dengan satu pernyataan, “saling mengasihi”.
Kita seringkali lebih suka mendendam, iri hati, juga lebih senang mencari kesalahan dan kekurangan orang lain, lalu memberikan topeng kepada diri seolah-oleh kita mewakili keadilan Tuhan Allah.
Mengapa kita tidak lebih suka menjadi wakil kemurahan dan cinta kasih Allah? Karena kita lebih suka menjadi wakil keadilan Allah untuk mengorek-ngorek dan mencari-cari kesalahan orang lain. Orang yang pandai mencari-cari kesalahan orang lain bagaikan dokter yang pandai mendiagnosis penyakit, tetapi tidak mampu menyembuhkan. Orang yang bisa mengasihi dan mengampuni orang lain lebih agung daripada orang yang hanya bisa melihat kesalahn orang lain. Dunia ini memerlukan jaksa, memerlukan hakim, tetapi juga memerlukan pengampunan dari Juruselamat. Orang pandai mengetahui di mana letak kesalahannya, tetapi orang agung tahu bagaiman memperbaiki kesalahan yang ada. Orang pandai mengetahui dosa ada di mana, tetapi orang agung mengetahui pengampunan ada di mana. Jikalau dunia penuh dengan orang pandai, maka dunia akan sedikit berkurang akan dosa, tetapi jika dunia tidak ada orang agung, maka tidak ada yang mengetahui bagaimana pengampunan boleh mengampuni dosa, sehingga dunia tidak punya pengharapan. Yesus adalah Hakim terbesar, tetapi Yesus juga adalah Juruselamat bagi manusia yang berdosa. Urutannya menunjukkan bijaksana Allah. Mulai dari Juruselamat, baru Hakim, bukan sebaliknya. Yesus berkata: “Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya” (Yoh. 12:47). Hanya mereka yang tidak menerima pengasihan Tuhan Yesus, akan mengalami penghakiman Tuhan Yesus di hari kiamat nanti. Urutan ini jelas. Perlu menyatakan keadilan dahulu baru kasih, tetapi pemberian pengampunan dulu baru penghakiman (to reveal the righteous first than love, but to give redemption first than condemnation). Salah dalam urutan ini akan menimbulkan kekacauan. Cara Tuhan menyatakan diri adalah menyatakan keadilan-Nya terlebih dahulu, baru kemudian menyatakan kasih. Karena tanpa mengerti keadilan Allah terlebih dahulu, manusia tidak akan bisa mengerti dan menghargai kasih dan kemurahan Allah. Tetapi di dalam menjalankan keadilan, Allah terlebih dahulu menawarkan pengampunannya, baru menjalankan penghakiman dan penghukuman-Nya. Inilah cara Tuhan bekerja.
Marilah kita belajar mengasihi, saling mengasihi, karen inilah yang Allah ajarkan kepada kita. Allah mengasihi Kristus dan Kristus mengasihi kita. Sebagaimana Allah menyediakan Kristus sebagai Juruselamat, maka kita harus mengampuni orang lain terlebih dahulu (Mat.6:12). Maka sukacita itu akan penuh di dalam hati kita.
Sukacita akan penuh dalam hati orang-orang yang mengasihi orang lain. Orang yang membenci orang lain tidak akan mempunyai sukacita. Semakin membenci, dia akan semakin kehilangan sukacita. Semakin seseorang membenci orang lain, dia akan semakin menjerumuskan dirinya sendiri. Dia akan terikat oleh kebencian, kepedihan dan kepahitan, dan akhirnya tidak tertolong lagi. Sebaliknya, ketika kita mengasihi orang, kita akan merasakan sukacita, karena mengasihi adalah suatu pemberian, suatu pembagian hidup. Ketika kita memberi kepada orang lain, kita akan mendapatkan sukacita yang lebih besar. Mengapa manusia tidak suka memberi? Dan mengapa manusia lebih suka menerima? Jikalau kita menerima uang ratusan juta rupiah, kita menjdai sangat bersukacita. Tetapi kalu memberikan seribu rupiah kepada orang lain, kita sudah merasa sakit. Bersukacitalah jika kita boleh mengasihi orang lain. Ketika kita menjalankan perintah ini maka Tuhan Yesus akan beserta dengan kita.
5.    Berbuah Injil
Bersukacita karena kita boleh berbuahkan Injil. Membawa orang bisa mengenal Tuhan, membawa orang kembali kepada Tuhan, adalah suatu sukacita yang tak terkira. Ketika kita melihat seseorang diperanakkan pula dan mendapatkan hidup yang baru di dalam Kristus, itu adalah suatu sukacita kekal. Itu berarti kita sudah berbuah. Paulus berkata bahwa dia berkali-kali ingin ke Roma supaya mendapatkan buah di antara orang-orang di Roma, seperti juga di kota-kota yang lain (Rm. 1:13). Dan Paulus mengatakan bahwa setiap kali dia melihat buah-buah Injil yang ada, dia bersukacita, dia mencucurkan air mata sukacita. Paulus senantiasa mengingat rekan kerjanya, Timotius, yang bagaikan anaknya sendiri. Paulus berbuah di dalam pelayanannya. Dia mendapatkan orang-orang yang dia Injili sampai mereka menjadi orang Kristen yang bisa melayani dengan sungguh. Kemudian Paulus mengingat mereka, dan setiap kali mengingat mereka, dia mendoakan mereka dengan penuh sukacita. Itulah sukacita abadi, karena berbuah di dalam Kerajaan Sorga. Siapakah di antara kamu yang telah membawa orang-orang lain untuk menganal Tuhan, sampai dia menjadi orang Kristen? Orang-orang seperti ini pasti menikmati sukacita yang tidak bisa dirasakan oleh orang-orang yang belum pernah berbuah.
Ketika seorang gadis yang belum menikah melihat rekannya yang akan menjadi ibu sedang kesakitab karena melahirkan, dia menjadi ketakutan. Dia merasa beruntung karena belum menikah dan belum mempunyai anak. Perempuan yang tidak menikah dan tidak melahirkan anak mungkin bisa menghina mereka yang menikah dan melahirkan anak. Tetapi mereka tidak pernah memahami besarnya sukacita setelah melewati kesulitan dan kesakitan melahirkan, melihat lahirnya anak itu. Tuhan Yesus mengatakan bahwa sebelum melahirkan seorang perempuan mengalami sakit bersalin, tetapi setelah melahirkan, dan melihat wajah anaknya, dia segera melupakan penderitaan dan kesakitannya, dan digantikan dengan sukacita besar (Yoh.16:21). Yesus bukan perempuan, mengapa Dia tahu hal ini? Yesus belum pernah melahirkan, mengapa Dia bisa mengungkapkan demikian? Itu karena Dia adlah Pencipta semua perempuan. Dia adalah pencipta semua manusia. Seorang wanita yang telah melihat wajah anaknya yang baru dilahirkan, segera melupakan segala ketakutan, kesakitan, dan penderitaan selama melahirkan. Demikianlah orang yang memberitakan Injil. Ketika Dia sedang dalam proses memberitakan Injil, mungkin dia dihina, ditentang, dilawan oleh orang yang mendengar berita Injil. Tetapi jika kemudian orang tersebut menerima, menyadari dosanya, bertobat dan dilahirkan kembali, kita akan merasakan sukacita yang luar biasa, yang tidak mungkin dimengerti oleh orang yang tidak pernah memberitakan Injil. Charles Spurgeon mengatakan: “Seandainya saya adalah orang yang paling egois di dunia, saya akan tetap memilih untuk memberitakan Injil kepada orang lain di dunia ini.” Kamu tidak akan pernah merasakan sukacita orang yang menerima Injil jika kamu tidak pernah memberitakan Injil. Kamu tidak akan pernah mendengar orang berkata kepadamu: “Aku bersyukur kepada Tuhan, karena kamu telah memberitakan Injilnkepadaku, sehingga sekarang aku boleh menerima Tuhan Yesus.” Ketika kamu mendengar orang berkata sedemikian, betapa sukacitanya kamu. Apalagi kalau orang itu dulu pernah menyiksa kamu karena Injil yang kamu beritakan. Pada saat kita mendengarkan kesaksian dari buah Injil yang kita beritakan, maka sukacita itu tidak mungkin bisa diganti dengan apapun juga. Jika saya seorang egois, demi mendapatkan sukacita dahsyat seperti itu, saya tetap akan memberitakan Injil.
Di dalam sebuah buku tentang penginjilan, diceritakan tentang seseorang yang akan dihukum mati. Sebelum dihukum mati dia mengatakan; “Saya tidak tahu apa sebabnya orang Kristen tidak mau mengabarkan Injil. Saya sekarang tidak mempunyai kesempatan hidup lagi, karena saya harus dihukum mati akibat dosaku yang begitu berat. Saya bersyukur bahwa sebelum dihukum mati, saya telah menerima Tuhan Yesus. Saya sekarang tahu apa bedanya menerima dan menolak Tuhan Yesus. Saya sekarang tahu apa artinya sudah diampuni dosanya ataupun tidak diampuni. Jikalau saya mempunyai kesempatan hidup, sekalipun saya harus berlutut di atas pecahan kaca untuk memberitakan Injil, saya mau melakukannya, karena itu meberikan suatu kebahagiaan besar saat seorang berdosa boleh diselamatkan.” Inilah sukacita yang saya lihat dari Alkitab. Memang masih banyak pengungkapan Alkitab tentang sukacita sejati yang kudus, tetapi kita telah melihat lima hal berkaitan dengan sukacita sejati yang kudus. Kiranya pengertian sukacita ini bisa mendorong kita menjadi orang Kristen yang lebih baik.
Kiranya Tuhan memberkati kita, menegur dan menguatkan kita, memberikan inspirasi dan firman-Nya, sehingga kita boleh semakin bertumbuh, memiliki emosi yang disucikan, sehingga bekenan di hadapan Tuhan. Amin.

No comments:

Post a Comment