PENGUDUSAN EMOSI (EMOTION SANCTIFICATION) – 2
Pdt. Dr. Stephen Tong
1
Tesalonika 5:16-18 “Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap
syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam
Kristus Yesus bagi kamu.”
Atau
terjemahan lain: Selalu bersukacita, dan tidak berhenti berdoa, dan sering
mengucap syukur dalam segala hal itulah yang disebut kehendak Allah di dalam
Kristus bagi kamu.
1
Tesalonika 5:16-18 adalah perikop pertama yang mencatat beberapa sikap hidup
Kristen yang digabungkan menjadi satu di dalam ikatan kehendak Allah. Pertama,
Allah menghendaki kita menjadi orang yang bersukacita; kedua, Allah menghendaki
kita menjadi orang yang tetap berdoa, dan ketiga, Allah juga menghendaki kita
menjadi orang yang senantiasa bersyukur di dalam segala keadaan. Dalam Surat 1
Tesalonika ini topik yang penting mengenai kehendak Allah dibicarakan dua kali.
Pertama, orang percaya harus hidup suci dan menjauhkan diri dari kenajisan
nafsu birahi. Kedua, dalam kehidupan kita sehari-hari kita diberikan tiga
unsur, yaitu kita harus menjadi orang yang senantiasa bersukacita, selalu
berdoa, dan bersyukur dalam segala keadaan.
Mungkinkah
seorang Kristen berdoa tiada henti? Kalau benar, apakah itu berarti kita tidak
tidur atau tidak makan? Tidak. Justru doa itu bukan berarti kita tutup mata,
lipat tangan, lalu berlutut. Itu hanyalah satu cara atau postur atau sikap
berdoa. Yang disebut doa sebenarnya adalah sinkronisasi kehendak kita dengan
kehendak Tuhan. Sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Tuhan berarti apa
yang kita kehendaki harus disesuaikan dengan apa yang menjadi kehendak Allah.
Pada saat kita menghendaki sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah yang
kekal, itulah saat kita berdoa. Yang disebut sebagai doa yang terus menerus (unceasing prayer) adalah sikap dimana
jiwa kita berusaha untuk terus sinkron dengan kehendak Allah yang kekal. Apa
yang Allah tetapkan di dalam kekekalan, apa yang Tuhan kehendaki di dalam sifat
ilahi-Nya, itu juga yang menjadi keinginan dan tekad kerinduan kita. Itulah
sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Allah. Itulah doa yang terus
menerus. Di dalam doa kita menaklukkan diri ke dalam kedaulatan Allah. Di dalam
doa kita mensinkronisasikan rencana kita dengan rencana Allah. Di dalam doa
kita membicarakan apa yang kita inginkan di hadapan Tuhan yang mahakuasa. Doa
adalah pengakuan akan kerendahan kita dan kedaulatan Allah. Doa merupakan
pengakuan bahwa kita membutuhkan Dia sebagai Pemberi Anugerah. Doa juga mengaku
bahwa kita tidak mungkin menjadi sempurna tanpa pertolongan dari atas. Semua
ini merupakan prinsip-prinsip theologi doa yang harus kita pahami. Doa yang
tidak henti-hentinya, dikatakan oleh Billy graham sebagai, “the prayer in the subconcious” (doa di
dalam bawah sadar kita). Itu berarti secara sadar kita sedang mengerjakan
segala sesuatu, tetapi di bawah sadar, di dalam hati kita yang terdalam, kita
terus menerus minta pertolongan Tuhan.
Mungkinkah
seorang yang sedang berkhotbah sekaligus juga sedang berdoa? Mungkin, dan
itulah yang saya jalankan. Sambil saya berkhotbah, hati saya terus bersandar
dan menantikan anugerah dan pertolongan Tuhan. Saya mohon pertolongan agar
setiap kalimat tidak salah, baik secara doktrin dan secara bahasa. Tuhan
kiranya tolong juga dalam cara menyampaikan dan juga seluruh sikap hidupku. Dan
hal ini menjadi suatu kebiasaan, sehingga tanpa sadar hal itu dilakukan
terus-menerus. Sambil melayani sambil terus berdoa minta pertolongan Tuhan.
Apakah
ketika kita bekerja kita juga bisa berdoa? Bisa. Jika kita bekerja sambil
mengomel, maka kita tidak sedang berdoa. Kita harus bekerja dengan rela sambil
meminta kekuatan dari Tuhan untuk bisa mengerjakan bagian pekerjaan yang Tuhan
percayakan kepada kita. Kerelan yang berkesinambungan terus-menerus, itulah
yang disebut sebagagai doa bawah sadar (prayer
in the subconscious). Terkadang saya berpikir, orang yang bekerja dengan
tidak rela lebih baik dia tidak usah bekerja. Apa gunanya dia bekerja sambil
mengomel atau marah-marah. Akhirnya, pada suatu saat dia akan meledak karena
dia sudah mengerjakan banyak dengan tidak rela. Orang sepert ini lebih baik
tidak usah bekerja. Tuhan juga tidak mau kita melayani Dia dengan cara seperti
itu. Marilah kita belajar sambil bekerja keras, sambil melayani dengan rela,
sambil bertumbuh dalam berbagai tugas, kita bisa tetap berdoa secara bawah
sadar.
Doa
yang tidak henti-henti dilukiskan dengan perkataan seseorang: “Ketika aku
menyapu rumah, aku berdoa, ‘Tuhan bersihkan hatiku seperti aku sedang
membersihkan lantai ini’; ketika mencuci pakaian aku berdoa, ‘Tuhan, cucilah
hatiku dengan darah-Mu, seperti aku mencuci pakaian kotor ini’; ketika aku
melayani orang, aku berdoa, ‘Tuhan ajarlah aku mengerti Engkau datang ke dunia
melayani orang lain.” Di dalam setiap tindakannya dia belajar berdoa, sehingga
ada doa yang tidak habis-habis di dalam bawah sadarnya, menghubungkannya dengan
semua yang dilakukannya di dalam kesadarannya.
Berdoa
dan bersukacita seperti ini merupakan aspek rohani yang sangat penting bagi
kehidupan iman kita. Jika kita telah belajar untuk bisa terus berdoa secara
bawah sadar seperti ini, dan menghubungkan semua tindak dengan kita yang sadar
dengan doa yang bergumul untuk mengerti kehendak Tuhan yang kekal, maka hidup
kita akan menjadi ringan, walaupun kita dalam pekerjaan yang berat. Bekerja
berat tidak menjadi masalah, karena yang terpenting adalah kerelaan. Bekerja
berat atau bekerja ringan tidak terlalu berdampak banyak bagi tubuh kita.
Tetapi di mana ada kerelaan, di situ ada keringanan, dan di mana ada
keidakrelaan, di situ ada beban yang berat sekali. Jikalau kerelaan itu bisa
terus bertambah dan bertumbuh, maka tugas yang berat akan menjadi ringan.
Jikalau tidak rela, tugas seringan apapun akan menjadi berat. Jikalau kita
mengerjakan apapun dengan sukacita, maka kita akan mengerjakannya dengan
sungguh-sungguh dan melakukannya dengan lancar dan menikmatinya. Maka ada
perkataan: suffering plus willingness is
enjoyment (kesusahan ditambah kerelaan adalah kenikmatan). Beban berat jika
disertai kerelaan akan mendatangkan kenikmatan.
Di
dalam suatu tayangan TV di Cina dibicarakan tentang dua wanita lulusan Shanghai
University yang masuk ke pedesaan lalu membantu orang-orang miskin di pedesaan
tersebut. Mereka mencoba mengajar anak-anak dari orang-orang miskin ini, yang
harus berjalan berkilo-kilometer untuk belajar dan harus datang dari
dusun-dusun yang berbeda. Setelah delapan tahun mereka menjalankan tugas
pekerjaan ini, melihat anak-anak yang mereka bantu kini telah menjadi
remaja dan bisa maju, mereka sangat
bersukacita. Mereka merasakan sukacita yang tak terkira karena mereka pernah
menolong orang-orang ini, yang dahulunya begitu miskin. Memberikan pertolongan
dengan membagi-bagikan hidup, membagikan waktu, dan talenta dan akhirnya
melihat pertumbuhan orang lain, itu memberikan sukacita besar bagi diri sendiri.
Itu karena mereka rela.
Inginkah
kamu berbahagia dan bersukacita di masa tuamu? Biarlah kamu banyak membantu
orang lain pada saat mudamu. Dengan demikian kamu akan mendapatkan banyak
sukacita karena melihat orang-orang yang dahulu kamu bantu kini boleh sukses
dan bisa hidup bahagia. Maukah kamu dikenang banyak orang pada masa tuamu?
Biarlah pada saat mudamu kamu rela membagi-bagikan hidupmu kepada banyak orang.
Dalam
pelayanan akhir tahun saya berkeliling ke Kuala Lumpur, hong Kong, dan Taiwan,
saya menerima banyak sekali kartu Natal yang diberikan langsung kepada saya.
Ketika saya membaca kartu-kartu Natal itu, saya sangat bersukacita. Ada yang
mengatakan bahwa selama dua tahun dia mendengarkan khotbah saya, dia baru
menyadari bahwa Kekristenan itu sedemikian indah dan mendalam. Ada yang
mengatakan bahwa dia hampir saja hanyut dari iman sejati dan menyeleweng secara
doktrin, tetapi kini dia kembali lagi dan mau setia kepada Alkitab. Ada yang
megatakan, “Saya adalah seorang yang tidak mempunyai ayah, tetapi setelah
mendengar firman, saya menyadari ada Bapa di sorga yang memelihara saya dan
juga bapa rohani yang boleh mendidik saya dalam kebenaran Firman Tuhan. Sungguh
betapa besar pertolongan yang saya dapatkan.” Sungguh berita-berita seperti ini
membawa sukacita yang sangat besar dalam hati saya. Ketika kita membagikan
hidup, menolong orang lain, dan dengan sukarela mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
Tuhan, semuanya akan menuai sukacita yang luar biasa.
Orang
Kristen seharusnya bersukacita. Tetapi orang Kristen harus bisa membedakan
sukacita dengan bersenang-senang. Bersenang-senang bukan bersukacita, dan
bersukacita bukan bersenang-senang. Berdansa itu menyenangkan, berjudi itu
menyenangkan, melacur itu menyenangkan, mendapatkan uang yang banyak itu menyenangkan.
Mendapatkan apa yang kita inginkan itu menyenangkan, tetapi itu bukan
bersukacita seperti yang dinyatakan dalam Alkitab. Setiap orang boleh mempunyai
kegemaran tertentu. Itu tidak salah. Tetapi jika kesenangan atau kegemaran itu
sudah dicampuri dengan cara-cara yang salah itu menjadi dosa. Dan pada saat
kita bersenang-senang di dalam dosa, maka kita tidak melakukan kehendak Allah.
Yang Alkitab inginkan adalah supaya kita bersukacita menurut kehendak Allah,
seperti yang ditetapkan bagi kita di dalam Kristus Yesus. Itu berarti ada
batasan di dalam kita mengerti sukacita yang Alkitab inginkan. Ada ikatan yang
tidak boleh kita lewati. Jika kita mendapatkan banyak uang itu didapat dari
penipuan, maka kita tidak mungkin mengalami sukacita. Semua tipu muslihat dan
cara berdagang yang licik dan penuh tipuan hanya akan membawa lebih banyak dosa
dan racun yang akan menghilangkan sukacita sejati dalam hidupmu dan keluargamu.
Kekayaan yang diterima melalui kejahatan akan menjadi pisau yang saling
membunuh di antara anak-anakmu setelah kamu meninggal.
Jikalau
kita bersenang-senag tetapi tidak bersukacita, maka kita tidak berbeda dari
orang dunia. Jikalau kita bersukacita menurut kehendak Tuhan, maka kualitas
sukacita kita sangatlah berbeda dari kesenangan orang dunia. Inilah yang perlu
kita pelajari dan alami dalam kehidupan kita. Sukacita merupakan suatu emosi
kesukaan yang sudah dikuduskan oleh Tuhan. Sukacita Kristen adalah sukacita
yang kudus (The Sanctified Happiness).
Sukacita
orang Kristen adalah sukacita yang sama sekali berbeda. Paulus menulis satu
surat yang disebut sebagai “Kitab Sukacita” karena di dalamnya ada begitu
banyak ungkapan tentang sukacita. surat ini adalah Surat Filipi. Mengapa Surat
Filipi ini bisa menjadi surat yang penuh sukacita padahal surat ini ditulis
ketika Paulus sedang berada di dalam penjara. Aneh? Tidak! Sukacita sejati yang
sudah dikuduskan oleh Tuhan terjadi tanpa bisa dipengaruhi oleh lingkungan.
Paulus banyak mendirikan gereja, dan penegakan gereja itu telah mengakibatkan
Paulus harus masuk penjara. Ketika Paulus menulis Surat Filipi, dia menulisnya
dari dalam penjara. Bahkan ketika dia mulai memberitakan Injil dan mendirikan
gereja Filipi, dia pun harus masuk penjara di kota Filipi. Jadi istilah
“Filipi” tidaklah terlepas dari konotasi “penjara”.
Gereja
Filipi merupakan gereja yang pertama kali didirikan di Eropa. Gereja yang
pertama di Eropa bukan di Jerman atau Inggris, melainkan di jazirah Balkan,
yaitu di kota Filipi. Ini merupakan gereja yang pertama kali didirikan oleh
Paulus ketika dia mulai menerobos ke Eropa karena karena Makedonia.
Suatu
malam, ketika Paulus masih berada di daerah Asia kecil, dia bermimpi melihat
seseorang di seberang lautan, di daerah Makedonia, yang melambai-lambaikan
tangan dan meminta Paulus menyeberang ke sana untuk menolong mereka. Ketika dia
bangun dia segera berangkat menyeberang ke benua yang lain, yaitu benua Eropa.
Sesampainya di sana, dia terkejut melihat kehidupan masyarakat di sana. Ketika
dia mengumpulkan orang, dia melihat bahwa orang-orang di sana adalah penyembah
dewa-dewa, penyembah berhala yang kuat sekali. Mereka menyembah dewa Zeus,
Athena, Artemis, dan lain-lain. Patung-patung dewa itu dijual di kuil-kuil dan
di pasar-pasar. Meskipun demikian, ternyata di situ ada umat pilihan Tuhan,
kemudian bertobat setelah mendengarkan Firman Tuhan. Di antara mereka yang
bertobat, ada seorang perempuan penjual kain ungu yang bernama Lidia (Kis.
16:14).
Di
Filipi Paulus berkhotbah dan memberitakan Injil dengan berani. Namun pada malam
harinya, orang-orang Filipi yang tidak suka dengan tindakan Paulus mengadukan
dia ke pengadilan dan Paulus ditangkap lalu dipenjarakan. Inilah penginjilan
pertama di Eropa. Inilah penginjilan pertama di kota Filipi, dan penginjilan
itu telah membentur kultur (kebudayaan) setempat, membentur kepercayaan yang
mereka anut selama ini. Paulus dianggap sebagai pengacau. Itu karena setelah
dia memberitakan tentang Tuhan Yesus, dia mengajar mereka untuk tidak berbakti
kepada berhala dan tidak lagi pergi ke kuil-kuil penyembahan mereka. Maka
pengajaran Paulus menjadi serangan yang merugikan para pedagang patung dan juga
pengelola kuil-kuil itu.
Di
mana penginjilan sejati dilakukan, itu akan mengganggu kelompok tertentu.
Jangan kita berharap bahwa ketika kita menginjili, maka orang-orang akan
menyambut kita dengan gembira karena ada berita Injil. Tidak demikian fakta
yang akan kita alami. Kalau kita memberitakan Injil dengan sungguh, pasti ada
orang yang terganggu, karena setelah ekonominya mulai merosot mereka akan
bersatu menghancurkan kita. Itulah penginjilan sejati.
Saat
ini, penginjilan-penginjilan yang dilakukan oleh gerakan karismatik justru
berpola sebaliknya. Penginjilan membuat semua orang senang, membuat orang
merasa untung. Berita yang mereka sampaikan adalah Tuhan akan memberkati siap
saja, dan semua orang akan menjadi senang. Ini bukan ajaran Firman Tuhan. Jika
kita betul-betul menjalankan Firman Tuhan, mungkin perdagangan kita akan
berkurang dan merosot, karena banyak hal yang tidak sesuai dengan kehendak
Allah.
Pada
saat Paulus dipenjara, dia mengalami banyak penderitaan, didera dan dijebloskan
ke sel yang paling dalam. Namun dia tetap memberitakan Injil kepada orang-orang
dipenjara, termasuk kepada kepala penjara. Dia menyampaikan undangan Injil
kepada kepala penjara itu: “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus, dan engkau
akan selamat, engkau dan seisi rumahmu”. Kota Filipi merupakan kota yang
menuntut pengorbanan Paulus yang sangat berat baru setelah itu Injil berkembang
di kota itu. Inilah pertama kali Paulus memberitakan Injil lalu dianiaya dan
dipenjarakan. Dia mengerti bahwa inilah arti memberitakan Injil, menjalankan
kehendak Allah. Mimpi yang Tuhan berikan kepada Paulus dalam bentuk panggilan
Makedonia itu langsung membawa Paulus ke penjara dan penganiayaan. Inilah
menaati kehendak Allah. Inilah pimpinan Tuhan.
Banyak
orang berpikir kalau ada suara Makedonia, maka semua akan menjadi lancar, enek,
dan sukses secara duniawi. Tidak demikian. Orang yang menyerahkan diri untuk
menjawab panggilan Tuhan, menggenapi pimpinan Tuhan dan memberitakan Injil,
harus rela mengalami penganiayaan, dan penyiksaan. Semua murid sekolah teologi
harus belajar hal ini, kalau kamu mau melayani Tuhan, kamu harus belajar untuk
rela dipenjarakan karena Injil. Belajar untuk berani mengalami penganiayaan, bahkan
dibunuh. Itulah penganiayaan dengan motivasi yang sungguh-sungguh murni.
Saya
rasa sekarang ini banyak sekali sekolah theologi yang memiliki dosen-dosen dan
juga meluluskan mahasiswa-mahasiswa yang pengecut dan takut menderita. Mereka
yang seperti ini bahkan tidak mau mengikuti kebaktian doa. Maunya hanya
mengajar dan berkhotbah dan hidup mewah. Bagaimana orang-orang seperti ini bisa
siap untuk menghadapi penganiayaan? Bagaimana orang-orang seperti ini bisa
menjalankan kehendak Tuhan seperti yang dikatakan oleh Alkitab? Paulus harus
berulang kali masuk penjara karena memberitakan Injil.
Di
dalam penjara di Roma, Paulus menulis surat untuk jemaat Filipi ini. Isi
suratnya penuh dengan berita sukacita. Dia mengajak pembacanya untuk
bersukacita dan mengerti sukacita yang benar. Inilah emosi yang suci. Sukacita
yang dikuduskan berbeda dengan senang-senang secara duniawi. Emosi yang
dikuduskan adalah emosi yang mengetahui bahwa jiwa yang dipenuhi dengan
pengharapan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan penindasan yang kita alami.
Dalam bahasa Ibrani terdapat lebih dari 13 istilah yang dipakai untuk
melukiskan tentang sukacita, dan di dalam bahasa Yunani ada lebih dari 7
istilah yang dipakai untuk menggambarkan tentang sukacita. Di dalam bahasa
Indonesia kita menemukan beberapa istilah, seperti: sukaria, gembira, senang,
sukacita, dll. Ini adalah aspek bahagia. Tetapi apa yang Alkitab katakan
sebagai “sukacita” berbeda dari konsep kesenangan duniawi. Kebahagiaan bukanlah
kesukacitaan duniawi. Sukacita yang sesungguhnya adalah sukacita yang berasal
dari dalam.
Manusia
memerlukan parfum, tetapi bunga yang harum tidak membutuhkan parfum, karena
bunga itu menghasilkan parfum dari dalam dirinya sendiri. Tubuh kita
mengeluarkan keringat yang berbau kurang sedap, sementara bunga memancarkan
harum yang begitu menyegarkan terus menerus. Manusia bukan bunga dan bunga
bukan manusia. Inilah perbedaan antara senang-senang dan sukacita.
Senang-senang itu seperti tubuh yang diberi minyak wangi, sehingga kalu lupa
diberi, akan keluar bau aslinya. Sukacita tidaklah demikian. Itu bagaikan bunga
yang terus mengeluarkan keharumannya. Semakin dihancurkan atau diperas semakin
mengeluarkan keharumannya, karena keharumannya itu berasal dari dalam.
Keharuman itu tidak perlu dituang dari luar, karena merupakan produksi sendiri
dari dalam, yang senantiasa memancar keluar. Inilah sukacita yang kudus.
Orang
Kristen mempunyai sukacita yang suci, dan itu bagaikan keharuman yang memancar
keluar dari dalam dirinya. Seperti yang dikatakan Paulus, “Aku mengeluarkan bau
harum iman, bau harum Kekristenan”. Keharuman itu berada di dalam Kristus, yang
mengakibatkan orang mati atau hidup. Keharuman Kristus bisa menghidupkan
ataupun mematikan seseorang. Itulah sukacita suci di dalam Kristus, karena
bersumber dari dalam. Pada sangat angin bertiup, tidak perlu takut harumnya
hilang, justru akan semakin tersebar ke mana-mana. Ketika angin bertiup keras,
bunga-bunga di padang justru memancarkan keharuman ke sekelilingnya dan mereka
sendiri tidak akan pernah ketakutan kehabisan bau mereka. “Silakan tiupkan
anginmu menerpaku, maka engkau akan menyabarkan harumku ke tempat lain.” Itulah
sukacita.
Sukcita
suci bersifat kekal, semntara senang-senang itu bersifat semntara. Sukacita
suci akan terus-menerus diingat dan akan terus-menerus menghibur orang percaya.
Bahkan setelah bumi ini tamat riwayatnya, bahkan setelah sejarah tutup usia dan
proses waktu berhenti, sukacita itu akan terus berlanjut ke dalam kekekalan.
Bersyukurlah jika kita boleh menikmati sukacita seperti ini. Sebelumya kita
telah membicarakan tentang penyesalan yang tidak mendatangkan penyesalan (unregretable regret). Misalnya, di sorga
nanti kita tidak akan pernah menyesal bahwa kita pernah bertobat. Pertobatan
adalah penyesalan akan dosa yang telah kita lakukan. Menyesali dosa, bertobat,
akan membawa kita kepada kondisi tidak akan pernah menyesal lagi. Kini kita
berbicara tentang sukacita yang tiada
henti, sampai pada kekekalan. Mengapa? Karena sukacita ini terkait pada, dan
mengandung, kehendak Allah yang kekal, yang kita tambahkan ke dalam emosi kita
di dalam kesementaraan, sehingga emosi kita boleh dikuduskan. Dengan demikian,
di dalam kehidupan kita yang sementara ini, ada suatu isi emosi yang bersifat
kekekalan.
Orang
yang bersukacita tidak tentu harus kaya, dan sebaliknya orang kaya tidak tentu
bersukacita. Orang yang bersukacita tidak tentu harus lancar, dan sebaliknya,
orang yang hidupnya senantiasa lancar tidak tentu mempunyai sukacita. Jika kamu
mempunyai kekayaan yang berlimpah dan hidup yang lancar, tetapi ada dosa di
dalam hatimu, maka sambil kamu menikmati semua kekayaanmu, sambil menegur diri
yang berdosa; sambil menikmati kelancaran hidupmu, hati nuranimu mengingatkan
akan dosa-dosa yang sudah kamu lakukan. Tuduhan dan kepahitan dosa akan terus
menuduh dan menyiksa kerohanianmu, sehingga kerohanianmu tidak mungkin bisa
bertumbuh baik.
Jadi,
apakah sukacita orang kristen? Sukacita orang Kristen adalah kesadaran bahwa
kita mulai diubah oleh Tuhan tentang apa yang kita suka dan tidak kita suka.
Anak kecil yang digigit nyamuk menangis keras sekali, tetapi orang tua yang
terluka tidak menangis, dia hanya menahan sakit sekuat tenaga. Orang semakin
dewasa semakin mengerti untuk hal apa dia harus mengeluarkan air mata dan untuk
hal apa dia harus menahan diri. Sementara anak kecil, segala yang mengganggu
sudah membuat dia menangis dan susah hati. Emosi manusia berproses dari
kedangkalan menuju ke kedalaman pengertian yang mahir, yang menggambarkan
kedewasaan seseorang. Dia mulai mengetahui apa yang patut membuat dia susah dan
apa yang tidak. Dia juga mulai mengetahui apa yang membuat dia senang dan apa
yang tidak. Inilah kemahiran kedewasaan.
Sukacita
buka bersenag-senang. Kita sering kali menghitung kesenangan kita dari berapa
banyak uang yang kita miliki. Kita menganggap kesenangan kita tergantung pada
berapa banyak uang yang kita miliki di bank, berapa banyak materi yang kita
miliki. Mari sekarang kita menghitung aset kita bukan dari uang, tetapi dari
waktu, dari kesempatan, dan dari kesucian Tuhan yang mempengaruhi emosi kita,
dan dari kerohanian kita yang mencatat sejarah.
Sukacita
yang suci, adalah emosi yang dikuduskan. Dari manakah kita bisa mendapatkan
sukacita seperti ini?
1.
Kedudukan yang baru di dalam Tuhan
Sukacita
yang suci kita peoleh dari status dan kedudukan kita yang baru di dalam Tuhan.
Alkitab mengatakan dalam Fil.4:4 “Bersukacitalah di dalam Tuhan!” bukan
sembarang sukacita, tetapi sukacita di dalam Tuhan. Kata ini diulang sampai
tiga kali di dalam Filipi 4 ini. Bersukacita di dalam Tuhan berarti sukacita
yang benar hanya mungkin terjadi jika itu berada dalam Tuhan. Di luar Tuhan
tidak ada sukacita yang sejati, yang kudus, yang suci. Bagi Allah hanya ada dua
eksistensi yaitu: 1) di dalam Adam; atau 2) di dalam Kristus Tuhan. Di dalam Adam,
manusia akan binasa; di dalam Kristus manusia mengalami kebangkitan. Di dalam
Adam ada ketidaktaatan, di dalam Kristus ada ketaatan, di dalam Adam hidup
berdosa, dan di dalam Kristus hidup benar, di dalam Adam kita adalah ank-anak
berontak, tetapi di dalam Kristus kita adalah ank-anak yang diperdamaikan
dengan Bapa di sorga. Hanya ada dua jenis eksistensi ini di hadapan Tuhan
Allah.
Penginjilan
berarti membawa orang berpindah dari status di dalam Adam menuju status di
dalam Kristus. Penginjilan bukan membawa orang dari luar gereja masuk ke dalam
gereja. Penginjilan berarti membawa orang keluar dari status menuju kebinasaan
menjadi orang yang berstatus menuju sorga kekal di dalam Kristus. Itulah
sebabnya, sukacita sejati adalah sukacita di dalam Tuhan (Yesus). Di saat itu
kita sudah memiliki status yang baru, dosa kita sudah diampuni, dan kita sudah
diperdamikan kembali dengan Allah. Sekalipun kita masih hidup di dalam dunia
yang penuh dengan kesulitan yang menghadang di depan, sekalipun kita harus
menempuh bahaya, semua itu terjadi dalam kondisi kita di dalam Tuhan. Itulah
jaminan yang membuat kita tetap bisa bersukacita, yaitu status baru di dalam
Tuhan.
2.
Menyimpan Firman di dalam hati
Kita
bersukacita karena menyimpan Firman Tuhan di dalam hati kita. Kaitan antara
sukacita dan menyimpan firman dalam hati ini sudah diungkapkan oleh Kristus.
Jika perintah Tuhan kita simpan di dalam hati kita, maka kita akan bersukacita.
Saya percaya bahwa inilah perbedaan orang Kristen yang sungguh-sungguh dengan
orang bukan Kristen. Orang Kristen yang sungguh, karena begitu rindu
terus-menerus menyimpan firman Tuhan di dalam hatinya, sehingga setiap kali dia
mendapatkan firman Tuhan, dia akan penuh dengan sukacita.
Seberapa
sungguhkah orang Kristen mau mendengar firman? Dan jikalau ada orang-orang yang
sungguh-sungguh mau mendengar firman, perlu ada orang yang sungguh-sungguh
memberitakan firman dengan setia. Berbahagialah gereja yang di dalamnya masih
ada orang-orang yang sungguh-sungguh memberitakan firman dengan akurat, baik
dan setia. Hargailah pendeta-pendeta yang mau menegurmu dan berani menyatakan
kebenaran firman dengan setia, mau taat pada pimpinan dan perintah Tuhan,
walaupun hal itu sangat tidak disukai oleh masyarakat. Saat ini, banyak gereja
dan pengkhotbah yang hanya mau berita yang lucu, yang penuh canda, dan tidak
berisi. Untuk apa cerita-cerita seperti ini? Apakah hanya agar kita mendapatkan
kesenangan? Apa gunanya ke gereja dan menjadi orang Kristen jika tidak mau
terus mendengarkan, mempelajari, dan merenungkan Firman Tuhan di dalam hidup
kita. Apa gunanya tahu kebenaran jika kita tidak memegangnya dan menjalankannya
dalam kehidupan kita? Bagaimana kita akan bertemu dengan Tuhan kelak?
Tuhan
berkata: “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu
dan sukacitamu menjadi penuh” (Yoh.15:11). Yang dimaksudkan dengan “Semua itu
Kukatakan...” adalah Firman Tuhan. Jika kita menyimpan Firman Tuhan dalam hati,
dan betul-betul menaatinya, maka kita akan dipenuhi dengan sukacita Kristus.
Sukacita Kristus akan memenuhi hati kita
dan melimpah dalam hidup kita. Firman itu sudah diberitakan, dan ketika kita
menerima firman, kita akan sekaligus menerima sukacita Kristus di dalam hati
kita.
Kiranya
di dalam hidup kita, kita boleh senantiasa memiliki sukacita Kristus. Ketika
Tuhan Yesus mau ditangkap, Dia begitu tenang. Dia tetap bersukacita. Firman
Tuhan mengatakan: “Hari ini adalah harinya Tuhan, mari kita bersukacita”
(Mzm.118:24). Ayat ini telah dijadikan lagu Sekolah Minggu, lalu dengan
semaunya dan tanpa pengertian yang beres, mengganti kata “hari ini” dengan hari
Senin, hari Selasa, dan seterusnya. Ini bukan sembarang hari. Ayat itu
merupakan nubuat yang menunjukkan kepada satu hari yang sangat khusus, yaitu
hari kematian Kristus. Nubuat itu merujuk kepada hari di mana Kristus dihakimi.
Itu adalah satu-satunya hari disepanjang sejarah, di dalam seluruh alam
semesta, yaitu hari Anak Domba Allah disembelih, dipaku di kayu salib. Dan
sebelum hari itu selesai, Dia harus sudah diturunkan dan dikuburkan. Dan itu
boleh membawa sukacita besar bagi manusia. Betapa dahsyatnya sukacita Kristus
yang diberikan kepada kita.
Ketika
Firman Tuhan ada di dalam hati kita dan memberikan sukacita kepada kita, maka
sukacita itu menjadi sukacita yang suci karena Firman Tuhan itu adalah Firman
yang suci. Orang yang hatinya dipenuhi dengan friman, pikirannya terus
memikirkan firman, maka dia akan mengalami suatu sukacita yang berlainan dari
sukacita orang dunia. Saya rasa itu adalah salah satu kebahagiaan hamba Tuhan
yang betul-betul hidup bergaul dengan firman dan mencintai firman. Sukacita itu
akan memenuhi dirinya sebelum dia kabarkan kepada orang lain. Seorang hamba
Tuhan yang senantiasa mempelajari firman, merenungkan firman, lalu menyimpannya
dalam hatinya, maka sukacita itu akan terus memenuhi hatinya.
3.
Meninggikan dan mengutamakan Tuhan
Bukan
saja demikian, ketika kita membesarkan dan mengutamakan Tuhan, maka kita akan
menikmati sukacita yang luar biasa dari Tuhan. Di manakah Tuhan di dalam hidup
kita. Dimanakah kita memposisikan Tuhan Allah di dalam hidup dan hati kita?
Kalu kita menempatkan Tuhan Allah pada posisi utama dan tertinggi dalam hidup kita, itulah posisi
Tuhan yang sebenarnya. Tuhan harus mendapatkan posisi terpenting, terutama
dalam hidup kita masing-masing.
Orang
yang mengutamakan Tuhan hidupnya tidak akan ditinggalkan oleh Tuhan. Orang yang
mengutamakan Tuhan, seluruh aspek hidup, sampai yang terkacil sekalipun, pasti
akan ditolong oleh Tuhan. Ungkapan ini keluar dari mulut seorang wanita, yaitu
Maria, seorang perawan yang dipakai Allah untuk mengandung Yesus Kristus. Maria
adalah seorang gadis yang menderita begitu berat, karena harus menanggung beban
dan penderitaan tanpa bisa membela diri. Dia harus mengandung tanpa menikah.
Kondisi ini merupakan penyiksaan keperawanan yang paling besar. Penderitaan ini
merupakan penderitaan batin yang sangat berat yang harus ditanggung oleh
seorang perawan. Dan inilah yang Tuhan perkenankan untuk dialami oleh Maria.
Dan
ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya
dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di
antara semua perempuan. Siapakah aku ini samapi ibu Tuhanku datang mengunjungi
aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di
dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan diberkatilah dia, yang telah percaya,
sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” Lalu kata
Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku,
sebab Dia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya mulai dari
sekarang segala keturunan akan meyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa
telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.
Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia.” (Luk.1:41-50)
Kalimat
yang diungkapkan oleh Maria di atas ini disebut sebagai The Magnificat, yaitu suatu ungkapan hati yang membesarkan Tuhan
Allah. Di dalam seluruh Alkitab hanya ada satu ungkapan Magnificat ini. Maria
mengatakan “Jiwaku memuliakan (membesarkan) Tuhan, dan hatiku bergembira karena
Allah.” Memuliakan Allah terkait erat dengan hati yang bersukacita. Hati Maria
membesarkan Allah, mengagungkan Allah, dan jiwanya penuh dengan sukacita.
Mengapa
hati kita sulit bersukacita dan sering kali kehilangan sukacita? Itu karena
kita terlalu banyak memperhatikan hal-hal yang rendah dan remeh; kita tidak
mengutamakan Tuhan yang agung. Jikalau kita mengagungkan Tuhan, maka sukacita
itu tidak akan hilang dari hidup kita. Ini suatu rahasia kehidupan.
Manusia
mengagungkan Tuhan bukan karena Tuhan memerlukan keagungan. Bukan juga karena
Tuhan Allah kekurangan keagungan sehingga mencari keagungan dari manusia.
Tetapi justru karena Allah dan Allah yang agung, sehingga kita wajib dan harus
mengagungkan-Nya. Kita memberikan keagungan yang sepatutnya dan harus setara
dengan keagungan Tuhan itu sendiri. Mengagungkan yang tidak mencapai keagungan
Tuhan adalah suatu sikap yang belum sungguh-sungguh mengagungkan Tuhan. Marilah
kita berjanji di hadapan Tuhan bahwa sejak saat ini kita mau belajar untuk
menghormati dan mengagungkan Tuhan sesuai dengan kehormatan dan keagungan-Nya.
Dan dengan demikian kita akan merasakan sukacita karena kita telah mengutamakan
Tuhan.
Dalam
Yohanes 3:29-30 dikatakan: “Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai
laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang
mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu.
Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Dia harus makin besar
tetapi aku harus makin kecil.” Yohanes menekankan bahwa dia sendiri harus
semakin kecil, sementara Tuhan Yesus harus semakin besar. Dan itulah sukacita
yang dia alami. Orang seperti Maria dan Yohanes adalah teladan bahwa orang
percaya harus memuliakan dan membesarkan Kristus. Yohanes melihat bahwa Kristus
adalah mempelai laki-laki yang senantiasa dinantikan oleh mempelai wanita.
Ketika
Yohanes mengajak murid-muridnya untuk memandang dan membesarkan Kristus, hal
itu tidak menguntungkan dirinya. Dia akan menjadi semakin kurang populer dan
murid-muridnya akan beralih kepada Kristus. Itulah alasan mengapa Yohanes
dipanggil. Inilah konsep panggilan sejati. Yohanes dipanggil bukan untuk
membesarkan dirinya sendiri, menarik semua orang datang kepadanya, lalu
memberikan keuntungan dan popularitas bagi diri dan namanya, sehingga namanya
semakin terkenal dan semakin dicari orang. Tidak! Yohanes justru dipanggil
untuk memperkenalkan Kristus.
Hamba
Tuhan yang baik tidak membawa orang datang kepada dirinya sendiri, tetapi
membawa orang kepada Kristus, untuk memuliakan dan membesarkan Kristus. Hamba
Tuhan yang baik tidak banyak menonjolkan diri sendiri, atau bercerita tentang
riwayat diri sendiri. Hamba Tuhan yang baik selalu memperkenalkan Kristus dan
membesarkan nama-Nya. Hamba Tuhan yang baik ingin orang-orang dunia boleh
mengenal Kristus, dan datang kepada Kristus, menjadi murid Kristus, dan
menjalankan kehendak dan perintah Kristus. Biarlah pada saat itu nama kita
semakin kecil dan nama Kristus semakin besar. Saat itu sukacita kita menjadi
penuh. Itulah sukacita Yohanes, dan sukacita setiap kita yang memandang kepada
Kristus.
Sukacita
ada pada orang yang tidak mempunyai musuh, orang yang tidak mengutamakan diri,
dan orang yang tidak merebut kemuliaan Tuhan. Biarlah Tuhan saja yang
dipermuliakan. Soli Deo Gloria. Orang
seperti ini tidak mungkin tidak ada sukacita, karena dia tidak memiliki ambisi
apa-apa yang ingin dia rebut untuk kemuliaan dirinya. Yang ada hanyalah
keinginan untuk memuliakan dan membesarkan Kristus. Salah satu ciri khas gereja
yang diberkati adalah jika orang-orang yang melayani, termasuk yang menjadi
majelis atau tidak menjadi majelis, tidak memperebutkan apa-apa.Tidak ada
keuntungan yang direbut untuk kepentingan diri, sebaliknya semuanya
memperjuangkan kepentingan pekerjaan Tuhan semata. Kalau di dalam pelayanan
gereja, orang-orang yang melayani tidak mendapatkan keuntungan apapun untuk
kepentingan sendiri, hanya untuk membesarkan nama Tuhan, maka gereja itu akan
sangat diberkati oleh Tuhan. Dan gereja seperti itu akan disucikan dan
menikmati sukacita. Orang yang mau melayani seperti ini, di dalam hatinya akan
dipenuhi sukacita yang tidak dimengerti oleh orang lain. Hanya orang-orang yang
sama-sama melayani seperti ini yang mengerti sukacita penuh yang Tuhan sediakan
bagi mereka yang mengutamakan Dia. Orang yang hanya mau mencari pamrih, mau
menonjol di depan, mau naik mimbar, mau mendapatkan keuntungan keuangan atau
posisi, tidak akan mendapatkan sukacita.
4.
Menjalankan kehendak Tuhan
Ketika
kita mau menjalankan kehendak Tuhan, maka kehendak dan pimpinan Tuhan akan
memenuhi hati kita. Jika engkau memegang perintah-Ku dan menjalankan firman-Ku,
maka sukacita-ku akan semakin berlimpah. Itulah perkataan Yesus. Dan itu diikat
dengan satu pernyataan, “saling mengasihi”.
Kita
seringkali lebih suka mendendam, iri hati, juga lebih senang mencari kesalahan
dan kekurangan orang lain, lalu memberikan topeng kepada diri seolah-oleh kita
mewakili keadilan Tuhan Allah.
Mengapa
kita tidak lebih suka menjadi wakil kemurahan dan cinta kasih Allah? Karena
kita lebih suka menjadi wakil keadilan Allah untuk mengorek-ngorek dan mencari-cari
kesalahan orang lain. Orang yang pandai mencari-cari kesalahan orang lain
bagaikan dokter yang pandai mendiagnosis penyakit, tetapi tidak mampu
menyembuhkan. Orang yang bisa mengasihi dan mengampuni orang lain lebih agung
daripada orang yang hanya bisa melihat kesalahn orang lain. Dunia ini
memerlukan jaksa, memerlukan hakim, tetapi juga memerlukan pengampunan dari
Juruselamat. Orang pandai mengetahui di mana letak kesalahannya, tetapi orang
agung tahu bagaiman memperbaiki kesalahan yang ada. Orang pandai mengetahui
dosa ada di mana, tetapi orang agung mengetahui pengampunan ada di mana.
Jikalau dunia penuh dengan orang pandai, maka dunia akan sedikit berkurang akan
dosa, tetapi jika dunia tidak ada orang agung, maka tidak ada yang mengetahui
bagaimana pengampunan boleh mengampuni dosa, sehingga dunia tidak punya
pengharapan. Yesus adalah Hakim terbesar, tetapi Yesus juga adalah Juruselamat
bagi manusia yang berdosa. Urutannya menunjukkan bijaksana Allah. Mulai dari
Juruselamat, baru Hakim, bukan sebaliknya. Yesus berkata: “Aku datang bukan
untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya” (Yoh. 12:47). Hanya
mereka yang tidak menerima pengasihan Tuhan Yesus, akan mengalami penghakiman
Tuhan Yesus di hari kiamat nanti. Urutan ini jelas. Perlu menyatakan keadilan
dahulu baru kasih, tetapi pemberian pengampunan dulu baru penghakiman (to reveal the righteous first than love,
but to give redemption first than condemnation). Salah dalam urutan ini
akan menimbulkan kekacauan. Cara Tuhan menyatakan diri adalah menyatakan
keadilan-Nya terlebih dahulu, baru kemudian menyatakan kasih. Karena tanpa
mengerti keadilan Allah terlebih dahulu, manusia tidak akan bisa mengerti dan
menghargai kasih dan kemurahan Allah. Tetapi di dalam menjalankan keadilan,
Allah terlebih dahulu menawarkan pengampunannya, baru menjalankan penghakiman
dan penghukuman-Nya. Inilah cara Tuhan bekerja.
Marilah
kita belajar mengasihi, saling mengasihi, karen inilah yang Allah ajarkan
kepada kita. Allah mengasihi Kristus dan Kristus mengasihi kita. Sebagaimana
Allah menyediakan Kristus sebagai Juruselamat, maka kita harus mengampuni orang
lain terlebih dahulu (Mat.6:12). Maka sukacita itu akan penuh di dalam hati
kita.
Sukacita
akan penuh dalam hati orang-orang yang mengasihi orang lain. Orang yang
membenci orang lain tidak akan mempunyai sukacita. Semakin membenci, dia akan
semakin kehilangan sukacita. Semakin seseorang membenci orang lain, dia akan semakin
menjerumuskan dirinya sendiri. Dia akan terikat oleh kebencian, kepedihan dan
kepahitan, dan akhirnya tidak tertolong lagi. Sebaliknya, ketika kita mengasihi
orang, kita akan merasakan sukacita, karena mengasihi adalah suatu pemberian,
suatu pembagian hidup. Ketika kita memberi kepada orang lain, kita akan
mendapatkan sukacita yang lebih besar. Mengapa manusia tidak suka memberi? Dan
mengapa manusia lebih suka menerima? Jikalau kita menerima uang ratusan juta
rupiah, kita menjdai sangat bersukacita. Tetapi kalu memberikan seribu rupiah
kepada orang lain, kita sudah merasa sakit. Bersukacitalah jika kita boleh
mengasihi orang lain. Ketika kita menjalankan perintah ini maka Tuhan Yesus
akan beserta dengan kita.
5.
Berbuah Injil
Bersukacita
karena kita boleh berbuahkan Injil. Membawa orang bisa mengenal Tuhan, membawa
orang kembali kepada Tuhan, adalah suatu sukacita yang tak terkira. Ketika kita
melihat seseorang diperanakkan pula dan mendapatkan hidup yang baru di dalam
Kristus, itu adalah suatu sukacita kekal. Itu berarti kita sudah berbuah.
Paulus berkata bahwa dia berkali-kali ingin ke Roma supaya mendapatkan buah di
antara orang-orang di Roma, seperti juga di kota-kota yang lain (Rm. 1:13). Dan
Paulus mengatakan bahwa setiap kali dia melihat buah-buah Injil yang ada, dia
bersukacita, dia mencucurkan air mata sukacita. Paulus senantiasa mengingat
rekan kerjanya, Timotius, yang bagaikan anaknya sendiri. Paulus berbuah di
dalam pelayanannya. Dia mendapatkan orang-orang yang dia Injili sampai mereka
menjadi orang Kristen yang bisa melayani dengan sungguh. Kemudian Paulus
mengingat mereka, dan setiap kali mengingat mereka, dia mendoakan mereka dengan
penuh sukacita. Itulah sukacita abadi, karena berbuah di dalam Kerajaan Sorga.
Siapakah di antara kamu yang telah membawa orang-orang lain untuk menganal
Tuhan, sampai dia menjadi orang Kristen? Orang-orang seperti ini pasti
menikmati sukacita yang tidak bisa dirasakan oleh orang-orang yang belum pernah
berbuah.
Ketika
seorang gadis yang belum menikah melihat rekannya yang akan menjadi ibu sedang
kesakitab karena melahirkan, dia menjadi ketakutan. Dia merasa beruntung karena
belum menikah dan belum mempunyai anak. Perempuan yang tidak menikah dan tidak
melahirkan anak mungkin bisa menghina mereka yang menikah dan melahirkan anak.
Tetapi mereka tidak pernah memahami besarnya sukacita setelah melewati
kesulitan dan kesakitan melahirkan, melihat lahirnya anak itu. Tuhan Yesus
mengatakan bahwa sebelum melahirkan seorang perempuan mengalami sakit bersalin,
tetapi setelah melahirkan, dan melihat wajah anaknya, dia segera melupakan
penderitaan dan kesakitannya, dan digantikan dengan sukacita besar (Yoh.16:21).
Yesus bukan perempuan, mengapa Dia tahu hal ini? Yesus belum pernah melahirkan,
mengapa Dia bisa mengungkapkan demikian? Itu karena Dia adlah Pencipta semua
perempuan. Dia adalah pencipta semua manusia. Seorang wanita yang telah melihat
wajah anaknya yang baru dilahirkan, segera melupakan segala ketakutan,
kesakitan, dan penderitaan selama melahirkan. Demikianlah orang yang
memberitakan Injil. Ketika Dia sedang dalam proses memberitakan Injil, mungkin
dia dihina, ditentang, dilawan oleh orang yang mendengar berita Injil. Tetapi
jika kemudian orang tersebut menerima, menyadari dosanya, bertobat dan
dilahirkan kembali, kita akan merasakan sukacita yang luar biasa, yang tidak
mungkin dimengerti oleh orang yang tidak pernah memberitakan Injil. Charles
Spurgeon mengatakan: “Seandainya saya adalah orang yang paling egois di dunia,
saya akan tetap memilih untuk memberitakan Injil kepada orang lain di dunia
ini.” Kamu tidak akan pernah merasakan sukacita orang yang menerima Injil jika
kamu tidak pernah memberitakan Injil. Kamu tidak akan pernah mendengar orang
berkata kepadamu: “Aku bersyukur kepada Tuhan, karena kamu telah memberitakan
Injilnkepadaku, sehingga sekarang aku boleh menerima Tuhan Yesus.” Ketika kamu
mendengar orang berkata sedemikian, betapa sukacitanya kamu. Apalagi kalau
orang itu dulu pernah menyiksa kamu karena Injil yang kamu beritakan. Pada saat
kita mendengarkan kesaksian dari buah Injil yang kita beritakan, maka sukacita
itu tidak mungkin bisa diganti dengan apapun juga. Jika saya seorang egois,
demi mendapatkan sukacita dahsyat seperti itu, saya tetap akan memberitakan
Injil.
Di
dalam sebuah buku tentang penginjilan, diceritakan tentang seseorang yang akan
dihukum mati. Sebelum dihukum mati dia mengatakan; “Saya tidak tahu apa
sebabnya orang Kristen tidak mau mengabarkan Injil. Saya sekarang tidak
mempunyai kesempatan hidup lagi, karena saya harus dihukum mati akibat dosaku
yang begitu berat. Saya bersyukur bahwa sebelum dihukum mati, saya telah
menerima Tuhan Yesus. Saya sekarang tahu apa bedanya menerima dan menolak Tuhan
Yesus. Saya sekarang tahu apa artinya sudah diampuni dosanya ataupun tidak
diampuni. Jikalau saya mempunyai kesempatan hidup, sekalipun saya harus
berlutut di atas pecahan kaca untuk memberitakan Injil, saya mau melakukannya,
karena itu meberikan suatu kebahagiaan besar saat seorang berdosa boleh
diselamatkan.” Inilah sukacita yang saya lihat dari Alkitab. Memang masih
banyak pengungkapan Alkitab tentang sukacita sejati yang kudus, tetapi kita
telah melihat lima hal berkaitan dengan sukacita sejati yang kudus. Kiranya
pengertian sukacita ini bisa mendorong kita menjadi orang Kristen yang lebih
baik.
Kiranya
Tuhan memberkati kita, menegur dan menguatkan kita, memberikan inspirasi dan
firman-Nya, sehingga kita boleh semakin bertumbuh, memiliki emosi yang
disucikan, sehingga bekenan di hadapan Tuhan. Amin.
No comments:
Post a Comment