Monday, June 10, 2013

Memicu Anugerah Umum: Menjembatani Wahyu Umum kepada Wahyu Khusus - Buletin Pillar

Setelah kau tebas hidung seseorang, percumalah engkau memberinya mawar untuk dihirup.
- Pepatah India Kuno -

Ada satu keunikan theologi Reformed yang membedakannya dengan bentuk-bentuk theologi Protestan lainnya, yakni pengajaran mengenai anugerah umum. Tetapi sering kali orang-orang Reformed sendiri mengabaikan pengajaran ini di dalam prakteknya.
Anugerah umum adalah anugerah Allah kepada seluruh ciptaan-Nya, sekalipun mereka semua telah jatuh ke dalam dosa. Dunia yang telah jatuh layak mendapatkan penghakiman dan penghukuman dari Allah yang adil. Namun demikian, dunia ini masih dipelihara karena panjang sabarnya Allah ketika Ia menunggu umat-Nya untuk kembali kepada-Nya. Karena Bapa surgawi kita ‘menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik, dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar’, tegas Tuhan Yesus (Mat. 5:45).
Pengajaran mengenai anugerah umum ini juga memiliki tempat yang sangat penting di dalam mahakarya Yohanes Calvin, Institutio. Pengajaran ini muncul di bab 2 dari buku pertama sebagai pengantar sebelum membahas pengajaran tentang keselamatan.
“… adalah satu hal untuk memahami Allah Pencipta menopang kita dengan kuasa-Nya, memerintah kita dengan pemeliharaan-Nya, menuntun kita dengan kebaikan-Nya, dan menjenguk kita dengan berbagai macam berkat, dan adalah satu hal yang lain untuk menerima kasih karunia pendamaian yang ditawarkan kepada kita di dalam Kristus. Karena TUHAN pertama kali menyatakan diri-Nya, baik di dalam penciptaan dunia maupun di dalam pengajaran-pengajaran Alkitab yang umum, semata-mata sebagai Pencipta, dan baru setelahnya sebagai Penebus di dalam Kristus. Maka dua sisi pengenalan akan Allah muncul, dan pada saat ini, kita mempertimbangkan dulu jenis pengenalan Allah yang pertama, dan setelahnya baru kita melanjutkan yang kedua, sesuai urutannya.

Karena, sebelum manusia menyadari bahwa mereka berhutang di dalam segala sesuatu terhadap Allah, bahwa mereka dikenyangkan oleh kasih sayang-Nya, dan bahwa Dia adalah sumber dari segala berkat sehingga tidak ada satu hal yang baik pun yang dapat dicari di luar Dia, maka mereka tidak mungkin menyerahkan diri kepada-Nya di dalam ketaatan yang rela; ya, kecuali jika mereka menempatkan sumber kebahagiaan mereka di dalam Dia, mereka tidak akan pernah menyerahkan keseluruhan hidup mereka kepada Dia di dalam kesungguhan dan ketulusan.
(Institutio, bab 2, buku 1)
Yohanes Calvin sedang menjelaskan bahwa bahkan TUHAN, ketika Dia menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya, Dia menyatakan diri-Nya terlebih dahulu sebagai Pencipta dan Sumber dari segala berkat. TUHAN tidak serta-merta bersabda kepada manusia yang telah jatuh, “Bertobatlah, karena kerajaan Allah sudah dekat!” TUHAN Allah pertama-tama memberkati kita terlebih dahulu dengan berkat-berkat yang tidak layak untuk kita terima. Udara, kesehatan, kestabilan dunia, dan lain sebagainya. Hal-hal ini adalah berkat-berkat Allah yang besar, yang sebenarnya tidak layak untuk kita terima!
Saya yakin, kita semua sebagai orang-orang yang bertheologi Reformed telah memahami secara intelektual mengenai pengajaran ini. Tetapi, bagaimana kita menerapkan pengajaran ini di dalam hidup kita serhari-hari?
Tugas kita sebagai penyalur anugerah umum Allah memiliki peran yang sangat penting untuk mempersiapkan hati orang-orang yang belum percaya dan menuntun mereka kepada pertobatan di dalam Yesus Kristus. Setidaknya ada dua jalan bagaimana anugerah umum digunakan Allah untuk mempersiapkan hati para pendosa untuk menerima keselamatan:

1. Anugerah umum mengingatkan pendosa akan Allah sebagai sumber segala berkat.
Hati nurani adalah suatu jenis penyataan diri Allah secara umum, tertulis di dalam hati setiap manusia karena semua manusia diciptakan di dalam keserupaan dengan Allah. Hati nurani adalah penyataan Allah yang bersifat apriori, ada sejak lahir tanpa melalui proses pengalaman manusia. Tetapi setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, hati nurani ditekan setiap waktu oleh natur manusia yang sudah rusak.
Sewaktu kita menjadi saluran berkat dalam kehidupan sehari-hari, kebaikan kita memicu kembali ingatan hati nurani orang berdosa terhadap kebaikan Allah. Kita tidak dapat mengontrol respons mereka, tetapi hal yang pasti adalah mereka menjadi ingat akan Allah, ingatan yang sudah lama tertimbun di dalam hati mereka. Kebaikan hati kita harus bersifat konstan, bukan semata-mata karena dipicu oleh acara-acara tertentu (seperti KKR). Dalam menjalankan hal ini diperlukan konsistensi dan ketulusan.

2. Anugerah umum memperkuat kesaksian Injil Yesus Kristus.
Kita memberitakan tentang Yesus Kristus yang berinkarnasi, menderita, mati, dan dibangkitkan dua ribu tahun yang lalu. Apa relasi antara hidup Kristus dengan hidup kita sekarang? Jika hidup kita tidak berpadanan dengan semangat inkarnasi, kasih pengorbanan, dan kemenangan terhadap dosa, bagaimana orang-orang bisa percaya dengan pemberitaan kita? Kita tidak boleh membiarkan disonansi kognitif terjadi pada orang yang mendengar berita Injil. Harus ada kesepadanan antara berita objektif yang kita beritakan dengan kehidupan subjektif yang kita paparkan.
Di dalam zaman yang semakin curiga terhadap agama-agama (khususnya kekristenan), kita harus menjadi saluran anugerah Allah – sebagai pemberita anugerah umum dan anugerah khusus. Dengan demikian, penyataan Diri Allah – baik di dalam anugerah umum maupun anugerah khusus-Nya – dapat dinyatakan seluas-luasnya dan sejelas-jelasnya kepada manusia berdosa sehingga orang-orang tak akan lagi mempunyai alasan untuk lari dari tantangan berita Injil ketika kita memberitakannya di dalam waktu TUHAN. Kita harus mempersiapkan jalan bagi kedatangan waktu TUHAN tersebut melalui seluruh kehidupan kita yang dipakai Tuhan untuk menyatakan isi hati Tuhan seperti Yohanes Pembaptis.

“Ada suara seorang berseru-seru: Persiapkan jalan TUHAN di padang belantara, luruskan di padang gurun jalan raya bagi Allah kita.”
Yesaya 40:3

Oleh Andi Soemarli Rasak

Sunday, May 5, 2013

Peniru Gerak-Gerik Pendeta

    "Saudara-saudara yang kekasih. Dengarlah kata-kata yang keluar dari mulut saya. Saya membawa pesan Allah Yang Mahakuasa."
    Orang-orang yang berkumpul di kedai minuman itu tertawa terbahak-bahak. "Bagus, nak! Bagus," teriak seorang pria gemuk pendek sambil mengangkat gelas birnya.
    "Seandainya aku tidak melihatmu, nak, aku mungkin tertipu," kata seorang langganan lainnya. "Kukira Pendeta Cole tua yang membentak-bentak di kedai minuman ibumu.
    George Whitefield muda, yang baru berumur 15 tahun itu, melakukan tipuannya yang paling disukai, yaitu meniru-niru Bapak Cole, pendeta Southgate Chapel di Gloucester, Inggris. Meniru-niru pendeta di daerahnya telah menjadi suatu hiburan yang dilakukannya tiap-tiap malam sementara ia mengurus kedai itu untuk ibu dan ayah tirinya.
    Bakat George Whitefield dalam hal meniru-niru dan bermain sandiwara itu terkenal di daerahnya. Di sekolah ia selalu disuruh mengucapkan pidato apabila bapak walikota mengadakan kunjungan tahunannya. Kadang-kadang ia membolos dari sekolah beberapa hari berturut-turut untuk latihan sandiwara.
    Ketika ia mencapai umur 15 tahun, ia berhenti sekolah. Ibunya mengatakan bahwa ia diperlukan untuk membantu di kedai keluarganya itu. Demikianlah pemuda yang kelak kemudian hari menjadi penginjil yang terkenal di dunia itu menghabiskan waktunya tiap-tiap sore dan tiap-tiap malam, dengan mengepel lantai, menghidangkan bir dan meniru-niru Bapak Cole, sang pendeta.
    Pada suatu malam, George dan teman-temannya masuk serta mengganggu kebaktian yang dipimpin oleh pendeta itu. Dengan berteriak-teriak "Bapak Cole tua! Bapak Cole tua!" anak-anak laki-laki itu hampir mengubah kebaktian itu menjadi kekacauan.
    Apa yang tidak diketahui oleh teman-teman George dan langganan-langganan kedai itu ialah, bahwa di dalam hatinya George sungguh-sungguh tertarik akan khotbah-khotbah Bapak Cole. Seringkali setelah kedai minuman itu ditutup, pemuda itu duduk sampai jauh malam membaca Alkitab.
    Pada suatu hari seorang temannya mampir ke kedai itu menyarankan agar George memikirkan untuk pergi ke Oxford. "Kamu dapat melanjutkan pendidikanmu dengan bekerja keras."
    George berkonsultasi dengan ibunya, dan disetujui bahwa ia hendaknya kembali ke sekolah serta menyelesaikan pelajaran-pelajarannya agar memenuhi syarat masuk universitas.
    Ketika pelayan kedai yang masih muda itu akhirnya sampai di Oxford, ia bertemu dengan John dan Charles Wesley. Kedua saudara itu telah membentuk Perkumpulan Suci yang disebut oleh mahasiswa-mahasiswa yang suka mengejek "Perkumpulan Orang Saleh", "Kutu-kutu Alkitab", "Fanatik-fanatik Alkitab", dan paling sering "Kaum Metodis" karena acara kebaktian yang rutin dan teratur yang mereka ikuti.
    Tetapi George tertarik oleh kebiasaan-kebiasaan agama yang sangat ketat dan ibadaj yang dipatuhi oleh dua bersaudara Wesley. Dalam tahun yang kedua di Oxford ia menjadi anggota perkumpulan itu, serta bersumpah akan hidup sesuai dengan peraturan itu.
    Ia berpuasa serta berdoa sama salehnya seperti anggota-anggota Perkumpulan Suci lainnya. Tetapi alangkah kecewanya, ia tidak menemukan damai dalam jiwanya.
    Charles Wesley meminjamkan sebuah buku kepadanya, yang berjudul "Kehidupan Allah di dalam Jiwa Manusia". Ajaran-ajaran dalam buku itu seolah-oleh berkas-berkas cahaya yang menyinari hati pemuda Whitefield. "Allah menunjukkan kepadaku bahwa agama yang benar merupakan kesatuan jiwa dengan Allah, dan Kristus menyatakan diri dalam hati kita," Whitefield menulis kemudian.
    Dalam mencari agama yang benar ini, George membiasakan dirinya berdoa dengan tekun. Tiap malam ia mengeluh dan mengerang di tempat tidurnya., sambil memerintahkan Iblis agar pergi daripadanya. Ia mencoba hidup dengan menahan lapar dan memberikan hampir semua uangnya kepada orang miskin. Ia memakai sarung tangan wol yang kasar, pakaian yang penuh tambalan dan sepatu kotor. Akhirnya, karena ia mencari kesatuan dengan Allah secara terburu-buru dan dipaksakan, ia menjadi sakit.
    Kemudian pada suatu hari ia iangat bahwa pernyataan Yesus akan rasa haus-Nya terjadi pada saat Ia tergantung di salib. Penderitan-penderitaannya hampir berakhir, tiba-tiba Whitefield yang masih muda itu menjatuhkan dirinya di tempat tidur, "Aku haus! AKu haus!" teriaknya.
    Kemudian ia bersaksi mengenai apa yang dialaminya. "Tidak lama setelah itu, aku merasa dalam diriku bahwa aku dibebaskan dari beban. Perasaan duka telah diangkat dari dalam diriku, dan aku tahu apa yang menyebabkan aku sungguh-sungguh bersukacita di dalam Allah penebusku."
    Baru setahun kemudian, Whitefield menyampaikan khotbahnya tentang doktrin "Kelahiran baru"-nya di gereja-gereja besar di kota London. Seluruh Inggris segera menjadi gempar mendengar pengkhotbah muda bersuara emas itu.

    Atas naungan Wesley bersaudara, Whitefield pergi ke Amerika. Ia memimpin kebangunan rohani yang dramatis di Georgia. Ketika kemli ke Inggris, ia mendapati dirinya lebih terkenal daripada sebelumnya. Pada saat gereja negara yang merasa dipermalukan itu menutup pintu baginya, Whitefield pindah ke lapangan-lapangan dan berkhotbah kepada orang banyak yang berjumlah 30.000 atau lebih. Banyak pendengarnya menyatakan mengalami kelahiran baru.
    Ia pergi kembali ke Amerika. Pelayanannya demikian berhasil, sehingga bahkan Benyamin Franklin yang skeptis itu menyatakan, "Rupa-rupanya seluruh dunia menjadi saleh." George Whitefield baru saja berumur 26 tahun pada waktu itu.
    Selama 30 tahun lagi Whitefield berkhotbah kepada kumpulan banyak orang, bolak-balik menyerang atlantik. Ia terus berdoa bagi mereka yang belum mau mempedulikan panggilan Kristus. Ia meninggal dalam tahun 1770. Lord Bolingbroke, bangsawan yang skeptis itu, menyebut dia "Orang yang paling luar biasa di zaman kita."

Sunday, April 28, 2013

Cahaya Bagi Biarawan Yang Buta

    "Mea culpa; mea culpa -- dosa-dosa saya, dosa-dosa saya," biarawan muda itu berteriak ketika ia menjatuhkan dirinya ke lantai di hadapan kepala biaranya.
     "Berilah saya pengampunan Allah dan pengampunan bapak," ia memohon.
    "Kemelaratan, kesucian dan ketaatan harus menjadi sahabat anda yang terbaik," jawab kepala biara itu dengan suara melagu.
   Martin Luther yang masih muda itu, anak seorang petani Jerman, berjanji dengan sungguh-sungguh. Kemudian dengan berpakaian dalam dari wol, berjubah hitam, bertopi runcing pendek serta memakai ikat pinggang hitam ia mulai berusaha memperoleh belas kasihan Allah.
    Betapa kerasnya ia berusaha. Ia berpuasa beberapa hari berturut-turut. Ia melepaskan selimutnya pada waktu malam dan hampir mati kedinginan pada saat menjalankan penebusan dosa. Ia bertiarap di lantai dan mengucapkan doa-doanya seperti mengeluh.
    Kelak kemudian hari ia menulis: " Seandainya seorang biarawan dapat masuk ke sorga melalui cara-cara kehidupan seorang biarawan, saya pasti telah berada di sana..... Saya pasti telah mati sebagai martir, jika saya meneruskannya lebih lama lagi dengan berjaga-jaga, berdoa, membaca dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya."
    Dr. John Staupitz, pemimpin paderi Ordo Augustinus di mana Luther menjadi anggotanya, berusaha membantu. "Kristus berarti pengampunan dosa," katanya kepada biarawan muda itu. "Tetapi anda harus mempunyai suatu daftar dosa yang sebenarnya tertulis, jika anda ingin agar Ia menolong anda."
    Luther berusaha menyebutkan dosa-dosanya, tetapi ini pun tidak memberi damai. Ia mempelajari dengan giat Alkitabnya yang berbahasa Latin dan berkulit merah itu, untuk mencari pelepas bagi bebannya.
    Pada suatu waktu dalam tahun 1508, ia sedang duduk dalam selnya yang kecil di sebuah menara sambil membaca Kitab Roma. Ketika ia sampai pada pasal pertama ayat ke tujuh belas, pikirannya itu mulai terang."Orang benar akan hidup oleh iman." Kata-kata itu terus memenuhi pikirannya. Apakah iman saja cukup? Ia berpikir-pikir.
    Kemudian ia menerima pesan dari kepala biara bahwa ia seorang biarawan yang lain telah dipilih untuk pergi ke Roma untuk memohon suatu pembaharuan dikalangan biarawan-biarawan Augustinus. Luther gembira sekali ketika ia mendengar berita itu. Tentu di kota suci itu ia akan menemukan damai rohani yang dirindukannya.
    Pada saat mata Luther memandang kota itu untuk pertama kali, ia jatuh tertelungkup dan menangis, "Hidup, Roma yang suci."
    Ia mengunjungi setiap tempat suci yang dapat ditemuinya di kota itu, untuk mencari pengampunan bagi dosa-dosanya. Ia tiba di tempat suci Sancta Sanctorum yang terkenal, di mana ada 28 anak tangga yang dianggap anak tangga yang pernah dilewati oleh Kristus pada waktu masuk ke dalam ruangan pengadilan Pilatus. Luther tahu bahwa Paus Leo IV telah menjanjikan keringanan hukuman 9 tahun kepada peziarah yang menaiki satu anak tangga dengan lututnya, sambil mengucapkan doa-doa yang telah ditentukan.
    Sambil menaiki anak tangga yang rusak satu ini demi satu inci, Luther melagukan doa-doanya. Di antara doa-doanya ia mengakui setiap dosa yang dapat diingatnya.
    Tiba-tiba ia ingat bagian dari Kitab Suci yang pernah dibacanya di dalam selnya di menara. "Orang benar akan hidup oleh iman." Kebenaran ini menggoncangkan seluruh hati sanubarinya. Ia ragu-ragu sejenak, kemudian dengan tiba-tiba ia berdiri dan menuruni tangga itu.
    Cahaya itu mulai bersinar, namun kegelapan rohani masih menguasai jiwanya.
   Setelah kembali ke Jerman, Luther menyelidiki Kitab Suci lebih lanjut lagi. Ia merenung selama berjam-jam pada saat ia menyelidiki Kitab Mazmur, Kitab Roma serta Kitab Galatia.
    Dalam suatu upacara yang khidmat di Universitas Wittenberg ia dianugerahi gelar doktor teologi. Hal ini memberikan hak kepadanya untuk mengajar teologi. Tetapi, sebagaiman yang ditulisnya kemudian, " Pada saat saya diberi gelar doktor, saya masih belum melihat cahaya itu."
    Ia memberi kuliah mengenai Kitab Mazmur, kemnudian ia melanjutkan langsung ke Kitab Roma, dimana ia sekali lagi bergumul dengan doktrin pembenaran oleh iman. Ia membenci ungkapan, "kebenaran Allah", oleh karena ia yakin bahwa hal itu adalah sifat yang justru dipakai oleh Allah untuk menghubungkan orang-orang yang berdosa. Ia tetap kembali pada kalimat, "Orang benar akan hidup oleh iman."
    Dengan segera cahaya itu memancar dan menyinari setiap bagian dari hatinya yang gelap. Kemudian ia berkata, "Saya tahu bahwa kebenaran Allah diterima dari Allah oleh sebab iman sebagai suatu anugerah. Saya tahu bahwa ini merupakan suatu alat yang dipakai oleh Allah Yang Mahamurah itu untuk menyatakan bahwa orang yang beriman itu benar."
    "Saya merasa dilahirkan baru. Seluruh isi Kitab Suci tampak lain bagi saya. Sekarang saya tidak lagi membenci, tetapi sangat mengasihi kebenaran Allah."
   
Maka Luther yang baru telah dilahirkan-- Luther yang membakar semangat seluruh benua Eropa dengan khotbahnya mengenai pembenaran oleh iman.

(dari buku: Bagaimana Tokoh-tokoh Kristen Bertemu dengan Kristus, James C. Hefley)

Thursday, April 25, 2013

A.W. Tozer: Following Hard After God

We pursue God because, and only because, He has first put an urge within us that spurs us to the pursuit. “No man can come to me,” said our Lord, “except the Father which hath sent me draw him,” and it is by this very prevenient drawing that God takes from us every vestige of credit for the act of coming. The impulse to pursue God originates with God, but the outworking of that impulse is our following hard after Him; and all the time we are pursuing Him we are already in His hand: “Thy right hand upholdeth me.”

(from a book The Pursuit of God, A.W. Tozer)

Kerinduan Seorang Anak Gembala

     Ulrich Zwingli yang berumur 7 tahun itu mengayunkan kakinya menuruni sebuah dataran di pegunungan Alpen, sementara saudara-saudaranya menggembalakan domba bersama-sama. Ia memandang ke seberang ke kota Zurich, melintas gunung-gunung yang puncaknya diliputi salju, tanpa berpikir bahwa ia akan memegang peranan dalam masa depan kota itu.
     "Marilah kita pergi, pemalas. Matahari akan segera terbenam." salah satu saudaranya memanggil dari bawah.
     "Biarkan saya mengagumi ciptaan Allah sebentar lagi," ia memohon.
     "Sudah tiba waktunya untuk pergi ke misa."
     Ulrich mengeluh sambil memungut tongkat gembala yang pendek yang telah dirautkan ayahnya. Ia merenungkan nyanyian Latin yang membosankan yang dinyanyikan oleh pendeta desa, yang tidak dimengerti oleh seorang juapun. Sambil mengikuti saudara-saudaranya dengan hati yang berat menyusuri jalan setapak yang sempit, ia bersungut-sungut, "Saya dapat melihat Allah lebih baik di sini daripada di gereja."
     Tahun berikutnya, ayahnya mengirim Ulrich untuk belajar dengan pamannya yang menjadi imam. Dua tahun kemudian ia dikirim ke sebuah sekolah swasta di Basel, Swiss, di mana ia mempelajari bahasa Yunani dan bahasa Latin.
     Pada waktu ia berumur 13 tahun ia menyukai musik, mengarang dan puisi. Biarawan-biarawan Dominikan memperhatikan pemuda yang berbakat itu, dan mengajaknya memasuki biara.
     "Saya tidak begitu yakin akan apa yang Allah kehendaki agar saya lakukan," jawab anak laki-laki yang cepat dewasa itu." Bagaimana saya dapat menemukan Allah apabila saya dikurung dalam sebuah puri?".
sebuah pesan yang mendadak dari ayahnya mengatakan "Pulanglah segera. Jangan biarkan biarawan-biarawan itu mempengaruhimu."
     Ayah Ulrich mulai meragukan ajaran-ajaran gereja Roma, oleh karena itu Ulrich tidak memasuki biara, melainkan pergi untuk belajar di Universitas Wina. Ia menyukai pelajaran-pelajaran seni klasik di sana, tetapi ia mengeluh bahwa ia terlalu banyak mempelajari penyair-penyair kafir dan kurang cukup belajar mengenai Kristus.
     Dalam tahun 1507 ia menerima gelar doktornya. Ia baru berusia 22 tahun. Ia masih ingin mempelajari pengetahuan agama lebih banyak.
     "Thomas Wyttenback dapat mengajarkan Kitab Suci kepada anda," seorang mahasiswa temannya meyakinkan dia.
     Wyttenback ternyata kemudian menjadi seorang tokoh reformasi yang berani. Ia menunjukkan kepada Ulrich bagaimana penyucian dosa, doa-doa yang disampaikan kepada orang-orang suci, serta kekuasaan imam-imam itu tidak sesuai dengan ajaran Alkitab.
     "Tetapi jika saya tidak dapat mempercayai gereja siapa yang dapat saya percayai?" ratap Ulrich.
     "Anda dapat mempercayai Kristus," gurunya menjawab dengan tepat. "Ia sendiri yang memikul dosa-dosamu, bukan imam-imam itu."
     Ulrich Zwingli menyelidiki Alkitabnya yang berbahasa Latin sampai larut malam. Ketika ia kembali kepada gurunya, keyakinannya sudah bulat. "Saya telah menaruh kepercayaan saya di dalam Kristus yang telah mengampuni dosa-dosa saya," ia menyatakan.
     Jelaslah bagaiman besar artinya keputusan ini dalam tahun-tahun berikutnya. Setelah belajar lebih lanjut, Ulrich dengan berani menentang gereja Roma. Dalam tahun 1520, pada waktu ia melayani sebagai pendeta di Zurich, ia menyatakan, "Firman Tuhan akan mengalir seperti Sungai Rhine; orang boleh membendungnya sebentar, tetapi tidak dapat menghentikan arusnya."
     Friman Allah sungguh merupakan Air Hidup yang mengalir. Di balik pegunungan Alpen, di Jerman, Luther bersaksi karena menyadari khotbah-khotbah Zwingli yang berapi-api itu. Tiga belas tahun kemudian, John Calvin memperkenalkan keyakinannya mengenai hal dibenarkan oleh sebab iman. Dua tahu setelah itu, Menno Simons menjadi anggota barisan tokoh-tokoh reformasi. Kemudian muncul John Knox, pengobar api semngat rohani dari Skotlandia yang keyakinannya juga dipengaruhi oleh karanga-karangan Zwingli.
     Kelima-limanya -- Zwingli, Luther, Calvin, Simons dan Knox -- menggoncangkan seluruh benua Eropa selama abad XVI. Tetapi si anak gembala, Ulrich Zwingli, yang menjadi tokoh reformasi di Swiss itu, merupakan yang pertama di antara mereka yang percaya dengan sepenuhnya kepada Kristus.

(dari buku: Bagaimana Tokoh-tokoh Kristen Bertemu dengan Kristus, James C. Hefley)

Sunday, April 7, 2013

Belas Kasih Allah

Belas Kasih Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang saleh:
1. Belas kasih Allah merendahkan hati kita. (2 Sam.7:18)
2. Belas kasih Allah meluluhkan jiwa; melarutkannya ke dalam kasih kepada Allah. (1 Sam.24:17)
3. Belas kasih Allah membuat hati berubah.
4. Belas kasih Allah membuat hati bersyukur. (Mzm.116:12-13)
5. Belas kasih Allah menghidupkan. (Mzm.116:9)
6. Belas kasih Allah menimbulkan kemurahan terhadap sesama. (Mzm.112:5)

(All things for good, Thomas Watson)

Saturday, April 6, 2013

Memikirkan Hati Tuhan: Upah Dosa

Memikirkan Hati Tuhan: Upah Dosa: Roma 6:23 berkata... Upah dosa... adalah... maut... Upah adalah gaji... Wajib dibayarkan... Tidak boleh ditunda... Tidak boleh...

Memikirkan Hati Tuhan: Jawaban Tuhan Bijaksana

Memikirkan Hati Tuhan: Jawaban Tuhan Bijaksana: "Jawaban-jawaban Tuhan lebih bijaksana dari pada doa-doa kita". "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya daripada...

Friday, April 5, 2013

Don't Waste Your Life, John Piper



 “You get one pass at life. That’s all. Only one. And the lasting measure of that life is Jesus Christ.”

John Piper: Faith Glorifies God



 “Your daddy is standing in a swimming pool out a little bit from the edge. You are, let’s say, three years old and standing on the edge of the pool. Daddy holds out his arms to you and says, “Jump, I’ll catch you. I promise.” Now, how do you make your daddy look good at that moment? Answer: trust him and jump. Have faith in him and jump. That makes him look strong and wise and loving. But if you won’t jump, if you shake your head and run away from the edge, you make your daddy look bad. It looks like you are saying, “he can’t catch me” or “he won’t catch me” or “it’s not a good idea to do what he tells me to do.” And all three of those make your dad look bad.

But you don’t want to make God look bad. So you trust him. Then you make him look good–which he really is. And that is what we mean when we say, “Faith glorifies God” or “Faith gives God glory.” It makes him look as good as he really is. So trusting God is really important.

And the harder it seems for him to fulfill his promise, the better he looks when you trust him. Suppose that you are at the deep end of a pool by the diving board. You are four years old and can’t swim, and your daddy is at the other end of the pool. Suddenly a big, mean dog crawls under the fence and shows his teeth and growls at you and starts coming toward you to bite you. You crawl up on the diving board and walk toward the end to get away from him. The dog puts his front paws up on the diving board. Just then, your daddy sees what’s happening and calls out, “Johnny, jump in the water. I’ll get you.”

Now, you have never jumped from one meter high and you can’t swim and your daddy is not underneath you and this water is way over your head. How do you make your daddy look good in that moment? You jump. And almost as soon as you hit the water, you feel his hands under your arms and he treads water holding you safely while someone chases the dog away. Then he takes you to the side of the pool.

We give glory to God when we trust him to do what he has promised to do–especially when all human possibilities are exhausted. Faith glorifies God. That is why God planned for faith to be the way we are justified.” 

Thursday, April 4, 2013

Profersor Yang Bergairah : Aurelius Augustinus

     "Sst, jangan ribut, nanti ibumu bangun. Aku tidak ingin mendengar khotbahnya."
Ayah dan anak berjingkat-jingkat masuk ke dalam rumah Romawi mereka, namun si ibu mendengar mereka meskipun mereka berusaha supaya tidak di dengar. Sebelumnya mereka berkali-kali  merasa sakit hati oleh suaminya yang menghabiskan waktunya tiap-tiap malam dalam pesta-pesta. sekarang ia merasa lebih sakit hati oleh karena putranya Aurelius, yang baru saja berumur 17 tahun, telah menemani ayahnya dalam pesta-pestanya itu.
     Aurelius memandang dengan sedih kepada ibunya yang menangis, dan berkata, "Kami telah bersenang-senang." Ia tidak dapat merasakan usaha ibunya untuk mengajaknya menjadi orang Kristen.
     Setahun kemudian Aurelius menjadi ayah dari seorang anak yang tidak sah dan menghancurkan hati Monika dengan melanjutkan hidup bersama dengan ibu anak itu selama 13 tahun menikahinya. Ketika ayahnya meninggal, Aurelius sudah tidak dapat dipungkiri lagi hidup secara asusila. Monika terus mendoakan puteranya.
     Aurelius menjadi seorang Profesor dan mendirikan sekolahnya sendiri di Kartago, Afrika Utara. Pada masa itu kebanyakan pengajaran dilakukan di dalam rumah-rumah tangga dan ruangan-ruangan yang disewakan, serta uang kuliah siswa-siswanya digunakan untuk membayar gaji si guru dan pengeluaran-pengeluaran sekolah lainnya. Sekolahnya, yang terletak di Jalan Bankir, di kota yang terkenal di Afrika maju dengan pesat. Siswa-siswanya adalah keturunan bangsawan-bangsawan di kota itu. Aurelius merenung, pada suatu hari mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin pemerintah. Mereka akan mengingatnya dengan memberi dia satu jabatan yang istimewa. Segalanya tampak berjalan dengan baik.
     Kemudian sekolah Aurelius itu dirusak oleh gerombolah perampok. Pengalaman yang menakutkan ini menyebabkan dia melarikan diri dari Afrika. Lalu ia mendirikan sebuah sekolah di roma di mana tampaknya lebih aman.
     Suatu grup orang-orang Kristen palsu di sana yang disebut "Manicheans" menarik hati profesor muda itu. Aurelius menjadi mahasiswa yang giat dari aliran bidat itu yang mendasarkan doktrin-doktrinnya pada ajaran campuran yang aneh antara Alkitab dan filsafat Yunani. Tetapi ia menjadi kecewa setelah ia berbicara dengan Uskup Fastus, seorang guru "Manichean" yang terkenal. Aurelius berpendapat bahwa orang itu tidak lain hanyalah seorang propagandis murahan oleh karena itu meninggalkan keyakinan yang telah dipertahankannya selama 9 tahun.
     Setahun setelah ia tiba di Roma, pemerintahan Romawi mengangkat dia menjadi profesor ilmu pidato di Milano. Aurelius mengundang ibunya untuk ikut dengannya. Ibunya tidak pernah berhenti mendoakan dia supaya bertobat.
     Di Milano, Aurelius disambut oleh Uskup Ambrosius, seorang pemimpin Kristen yang penuh pengabdian dan seorang penduduk yang paling berpengaruh di kota itu. "Mari, dengarlah saya berkhotbah." Pengkhotbah yang ternama itu mengundangnya.
     Dengan acuh tak acuh Aurelius pergi untuk mendengar khotbah Uskup Ambrosius. Namun cara Uskup itu berbicara dengan halus menyenangkan hati Aurelius sehingga ia pergi mendengarnya berulang-ulang. Pada suatu hari Ambrosius berkhotbah tentang Raja Daud. "Bahwa Daud berdosa itu karena ia manusia, namun pertobatannya itu merupakan sesuatu yang luar biasa," katanya. "Manusia mengikuti dosa Daud; tetapi mereka tidak meneladan dia pada saat ia mengakui dosanya dan bertobat."
     Kehidupan masa lalu Aurelius yang asusila itu mulai menghantuinya. Ia telah berdosa seperti Daud, tetapi ia tidak bertobat seperti Daud.
     Oleh karena perasaan-perasaan ersalah itu bertambah kuat, keragu-raguannya mengenai agama Kristen menjadi hilang. Akhirnya ia dapat mengatakan dengan tulus bahwa Kitab Suci itu wahyu Allah dan bahwa Yesus itu Anak Allah. tapi nafsunya untuk berbuat dosa itu masih mendorong dia untuk terus menjalani kehidupan yang asusila.
     Hatinya yang lapar bergumuldengan dosanya sampai pada suatu hari ia masuk ke dalam sebuah taman dan berlutut di bawah sebuah pohon ara dan memohon, "O Tuhan, akhirilah perbuatan hamba yang jahat ini."
Pada saat itu juga ia mendengar suara seorang anak di luar taman itu seperti menyanyi, " Tolle lege! Tolle lege! Ambil dan bacalah! Ambil dan bacalah!".
     Aurelius melihat ke bawah. Di hadapannya ada suatu kutipan dari Surat Roma, yang telah dibiarkannya sebelumnya. Matanya memandang pada kalimat "Jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya." (Roma 13:13,14).
     Dengan sukacita Aurelius menunjukkan kutipan tadi kepada teman dekatnya, Alypius. "Saya telah mengenakan Kristus," katanya. Hati saya dipenuhi dengan damai."
     Kemudian Aurelius dengan cepat mengatakan kepada ibunya, Monika, bahwa doanya yang telah disampaikan selama bertahun-tahun itu telah terjawab. Kemudian setelah mengikuti pelajaran istimewa, Aurelius dibaptiskan oleh Uskup Ambrosius.
     Profesor Aurelius Augustinus menghabiskan waktunya yang penuh dengan buah-buah rohani selama 44 tahun melayani Kristus dan selama itu menulis 70 buku Kristen. Salah satu diantaranya ialah The Confessions of St. Augustine, yang telah dinilai oleh ahli-ahli kesusastraan sebagai salah satu buku dari seratus buku yang terbaik sepanjang zaman. The Confessions ditunjukkan kepada Allah dan buku itu berisi ungkapan yang sering dikutip. "Engkau telah menjadikan kami bagi-Mu, dan hati kami tidak tenang sampai kami bersandar padamu."
     Augustinus meninggal dengan damai pada tahun 430, tidak lama setelah Roma jatuh ke tangan bangsa barbar. Pada waktu itu ia menjadi Uskup di Hippo, Afrika Utara. Pada saat ia meninggal, kota itu sedang dikepung oleh bangsa Vandal dari sebelah utara.
     Namun pengaruh serta ajaran rohaninya hidup terus sampai Abad Pertengahan, mengilhami pemimpin-pemimpin Reformasi seperti Luther dan Calvin untuk memberontak melawan hirarki Kristen yang menyeleweng.
     Aurelius Augustinus, profesor kafir yang menerima Kristus di sebuah taman di Italia itu pada masa sekarang diingat oleh ahli-ahli sejarah Gereja sebagai orang Kristen yang paling berpengaruh sejak zaman Rasul Paulus.

(James C. Hefley, Bagaimana Tokoh-Tokoh Kristen Bertemu Dengan Kristus)

Sunday, March 31, 2013

Mungkinkah ada Kebangkitan dari Kematian?



Benarkah ada peristiwa kebangkitan Yesus Kristus?

Peristiwa tersebut telah terjadi lebih dari dua ribu tahun yang lalu. Hari ini kita hanya dapat bersandar pada sedikit petunjuk untuk mencoba mengertinya.

Alkitab mencatat bahwa di dalam empat puluh hari setelah kebangkitan Yesus, di duabelas tempat yang berbeda, Kristus memperlihatkan diri-Nya kepada lebih dari lima ratus orang termasuk rasul, murid, wanita, dan saudara-saudara. Ada yang lebih dari satu kali melihat Tuhan! Ada yang sendirian bertemu Tuhan. Ada yang bertemu Tuhan di pagi hari. Yesus yang bangkit mengulurkan tangan dan kaki-Nya untuk dilihat banyak orang. Yesus makan bersama-sama dengan mereka supaya mereka benar percaya kebangkitan-Nya adalah sebuah fakta. Bukan khayalan.
Yesus berkata kepada Tomas, “Ulurkan telunjukmu. Rablah tanganku. Ulurkan tanganmu, masukkan ke dalam rusuk-Ku. Jangan ragu, percaya saja.” Tomas yang telah meraba bekas paku itu berseru dengan terperanjat, “Tuhanku! Allahku!”
Pada malam ketika Yesus dijual, rasul Petrus yang biasanya paling berani berubah menjadi seorang pengecut. Tiga kali Petrus menyangkal Yesus. Rasul-rasul yang lain juga melarikan diri ke segala penjuru untuk bersembunyi. Tetapi akhirnya mereka semua berubah. Mereka tidak lagi takut dan tidak lagi bersembunyi. Malahan mereka datang kepada orang banyak dan dengan suara lantang bersaksi bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Mereka memberitakan Injil kebangkitan Yesus.
Akhirnya satu per satu rasul dibunuh. Ada yang disalibkan terbalik. Ada yang mati dirajam batu. Ada yang dipenggal kepalanya. Ada yang dibuang dipulau terpencil. Tetapi tidak satu pun yang mundur. Tidak ada satu orang pun yang kompromi. Perubahan para rasul yang menyeluruh hanya memiliki satu alasan:
Yesus Kristus benar-benar telah bangkit!
Tidak ada satu orang pun yang mau mati demi kebohongan. Lebih tik mungkin lagi sekelompok orang rela menyerahkan nyawa mereka demi sebuah kebohongan yang sama kecuali hal itu adalah kenyataan! Kecuali hal itu adalah kebenaran! Jika Yesus tidak bangkit maka di antara dua belas murid hanya dibutuhkan satu orang saja untuk menyatakan keberatan akan hal tersebut. Di antara lima ratus orang yag pernah mengaku bertemu Yesus yang telah bangkit, hanya dibutuhkan satu orang saja yang mengatakan bahwa kebangkitan itu adalah sebuah kebohongan maka tidak ada orang yang akan percaya bahwa Yesus sungguh telah bangkit.
Yesus Kristus dari sorga datang ke dunia
Ia mati disalibkan demi dosa orang banyak.
Lalu Ia bangkit pada hari yang ketiga.
Kristus memanggil setiap orang yang percaya kepada-Nya
Supaya kelak juga dapat bangkit dan dapat menikamati kebahagiaan hidup kekal.
Hanya dengan kebangkitan-Nya
Maka kematian tidak lagi menjadi akhir hidup kita.
Melainkan justru kematian dijadikan-Nya
Permulaan dari kemuliaan.

Di dalam sejarah, banyak orang yang melalui penelitian dan pemikiran mereka mencoba untuk menyerang Kekristenan. Tetapi akhirnya justru karena adanya bukti dari kebangkitan tersebut mereka sendiri malah menjadi orang Kristen. Ini adalah kuasa yang besar dari kebangkitan Kristus seperti yang disaksikan syair lagu ini:
“Hidup, Hidup!
Kristus sungguh hidup!
Kurasa s’lalu dekat-Nya
Di dalam hidupku.
Hidup! Hidup!
‘Ku dis’lamatkan-Nya!
Sungguh Kristus Yesus hidup! Hidup dihatiku!”

Khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong (Terjemahan)